BREAKING

Kamis, 16 Maret 2023

Menyusuri Jejak Penguasa Kesultanan Melayu Lingga





Saat ini, diriku telah menginjakkan kaki di Bunda Tanah Melayu. Ya, Bunda Tanah Melayu. Sebutan lain dari Kabupaten Lingga. Tepatnya aku sekarang tinggal di Kelurahan Daik, Lingga, Kepulauan Riau. 

Aku mungkin ditakdirkan untuk menengok kembali sejarah dan jejak para penyebar Agama Islam di Tanah Melayu saat ini. Jejak-jejak dan sejarah perjuangan para pendiri kesultanan serta penegak kebenaran agama Allah yang berada di tanah Melayu. Sebuah pulau di Sumatera. 

Aku tak sendirian. Aku bersama istri menuju peristirahatan terakhir seorang sultan dan ulama penyebar Agama Allah itu. Sebuah makam yang terletak di belakang Masjid Sultan Daik Lingga. 

Tepat setelah menunaikan Shalat Ashar, disertai rintik hujan sore, kamipun berjalan menuju makam. Suasana sedikit mendung dan rintik air hujan menemani perjalanan kami saat itu. Tak apa, suasana yang akan menambah syahdu perjalanan religi kali ini.

Kurang lebih seminggu lalu, kami telah melangsungkan pernikahan. Hingga kami memutuskan untuk tinggal di sini, Bunda Tanah Melayu Lingga ini. Semoga kami -terutama diriku- betah tinggal di sini. Cerita perjalanan kisah kami sungguh panjang. Tak akan cukup dituliskan di sini. 

Pada intinya, kami telah sampai di gerbang pernikahan. Sebuah gerbang menuju kehidupan baru, menjalankan syariat Allah Swt. Kami berdua akhirnya sampai di depan pintu pemakaman. 

Pemakaman di Kompleks Masjid Sultan tersebut merupakan kompleks pemakaman khusus keluarga kesultanan. Terlihat banyak makam tua di sana. Jika dilihat dari batu nisan yang terkesan tua dan kusam serta terbuat dari batu, dapat dipastikan makam itu sudah berumur puluhan bahkan ratusan tahun lalu. 
 
Kamipun sampai di Makam pertama. Makam Sultan Mahmud Riayat Syah III. Beliau merupakan Sultan atau Raja di Kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang. Menurut para ahli sejarah, beliau ini memimpin tanah Melayu dari Tahun 1761 hingga 1812 M. 

Banyak kisah perjuangan dan teladan yang dapat diambil dari sosok Sultan Mahmud Riayat Syah III ini. Beliau dikenal sebagai pemimpin yang sangat disegani rakyatnya. Selain karena wibawanya sebagai keturunan kerajaan, beliau juga gigih membela rakyat dan negara dari segala bentuk penjajahan. 

Beliau tak pernah rela jika bangsanya ditindas oleh negara lain, termasuk Belanda dan Inggris pada waktu itu. Beliau juga merupakan panglima perang yang piawai dalam mengatur strategi untuk mengusir penjajah. 

Dengan kegigihan beliau bersama rakyat, akhirnya Belanda dan Inggris pun dibuat kalang kabut. Hal ini dibuktikan dengan adanya Perang Riau yang terjadi pada 1782 - 1784 (Dalam Buku Sejarah Kejuangan dan Kepahlawanan Sultan Mahmud Riayat Syah). Bahkan, Belanda pernah dipermalui pada tahun 1787 di Tanjungpinang. 

Musuh-musuh bahkan terpaksa melarikan diri dengan pakaian sehelai pinggang, termasuk pimpinannya Residen Belanda di Tanjungpinang -David Ruhde- yang dengan wajah tertunduk harus pulang ke markas nya di Malaka kala itu. 

"Silalah berbisnis secara beradab dengan semangat saling menjunjung martabat, tetapi begitu kalian berubah menjadi biadab dengan menganggap kami bangsa yang lemah; langkah dulu mayat beta!" begitu kurang lebih perkataan Sultan Mahmud. 

Sungguh sikap patriotisme seorang penguasa yang berwibawa. Sultan Mahmud juga terkenal dengan kepiawaian dalam mengatur pemerintahan. 

Penerapan sistem otonomi daerah menjadikan wilayah-wilayah taklukan kerajaan memiliki wewenang untuk mengatur dengan kreatif dan kerja keras. Sehingga wilayah-wilayah taklukkannya dapat hidup lebih makmur dan damai. 

Sungguh, teladan yang sangat luar biasa dari sosok Sultan Mahmud. Sultan berwibawa nan baik kala memerintah Kesultanan Tanah Melayu kala itu.





Selesai menziarahi Makam Sultan Mahmud, kamipun meneruskan perjalanan menuju Makam kedua, Makam Merah. Makam Merah merupakan sebutan lain dari makam Raja Muhammad Yusuf Al Ahmadi. 

Beliau adalah raja terakhir dari Kerajaan Melayu Riau-Lingga. Raja Muhammad Yusuf Al Ahmadi ini memimpin dari tahun 1858 hingga 1899. Empat puluh tahun lebih beliau memerintah Kerajaan Melayu Riau-Lingga. Makam Merah ini terletak di Daik, Kecamatan Lingga, Kepri. 

Tepatnya di sebelah barat Museum Linggam Cahaya yang dikelola Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lingga. Dinamakan Makam Merah karena warna dominan di kawasan makam tersebut berwarna merah. Pagar dan pintu area makam bercat merah hingga keramiknya.

Menariknya juga, dari kompleks pemakaman bisa disaksikan dengan jelas kemegahan Gunung Daik di sebelah Timur. Selain makam Raja Muhammad Yusuf Al Ahmadi, terdapat juga makam yang mengurus rumah tangga istana. 

Beliau dikenal dengan nama Encik Ismail. Hal itu dibenarkan oleh penjaga makam di sana. Selain makam kedua tokoh hebat tersebut, tentunya masih banyak makam dan jejak-jejak peninggalan di Tanah Melayu ini. 

Semoga kita dapat melanjutkan perjalanan religi itu lagi di kemudian hari. Demikian sekilas cerita singkat perjalanan kami menyusuri secuil jejak-jejak para penerus Agama Allah di Bumi Melayu ini. Semoga kita dapat mengambil teladan dan hikmah serta meneruskan perjuangan beliau-beliau. Aamiin.

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

1 komentar:

  1. Tulisannya bagus :) Semangat terus ya buat authornya.. hhe

    BalasHapus

Silahkan berikan komentar anda ...

 
Copyright © 2013 PUJAKESUMA BLOGGER
Design by FBTemplates | BTT