BREAKING

Senin, 15 Februari 2016

Etnis Tionghoa dan Eksistensinya di Indonesia


Penduduk Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk keempat terbesar dunia setelah Cina, India, dan Amerika. Jumlahnya mencapai 294,9 juta jiwa menurut data terbaru PBB pada tahun 2013. Dengan jumlah jiwa yang begitu besar itu, penduduknya pun tidak semuanya berasal dari orang-orang pribumi asli, melainkan ada beberapa etnis dari luar pribumi yang ikut mendiami wilayah Indonesia dan bahkan ikut andil dalam pembangunan negeri ini.
Kurang lebih ada 1.340 etnis suku bangsa pribumi yang ada di Indonesia menurut data BPS tahun 2010. Beberapa etnis luar pribumi yang ada di Indonesia seperti Arab, India, dan Tionghoa. Dari sekian banyak etnis itu, salah satu etnis non-pribumi yang sampai saat ini masih terus eksis keberadaanya yaitu etnis Tionghoa.
Etnis dengan Jumlah besar
Menurut data sensus penduduk tahun 2000, etnis Tionghoa di Indonesia menempati urutan ketiga setelah Jawa dan Sunda dengan jumlah jiwa mencapai 7,776 juta. Adapun daerah penyebarannya meliputi Jabodetabek, Bandung, Kalimantan Barat, Surabaya, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Medan, Bagan Siapi-api, Jambi, Palembang, Makassar, dan Manado. Luasnya daerah penyebarannya di Indonesia menjadikan etnis Tionghoa semakin menunjukkan eksistensinya.
Sama seperti etnis lain pada umumnya, ada banyak bidang yang ditekuni oleh masyarakat Tionghoa. Mulai dari bidang politik pemerintahan, entertainment, penulis, pengusaha, dan lain sebagainya. Di bidang politik dan pemerintahan, sebut saja Basuki Tjahja Purnama yang dikenal dengan nama Ahok, pernah menjabat Bupati Belitung Timur Periode 2005-2006 dan saat ini menempati kursi Gubernur DKI Jakarta. Andrie Wongso, Mario Teguh, dan Tung Desem Waringin adalah nama yang dikenal sebagai motivator. Soe Hok Gie dikenal sebagai aktivis mahasiswa pada zamannya. Chris John petinju legendaris Indonesia ini juga beretnis Tionghoa. Jakob Oetama yang merupakan pendiri dan pemimpin surat kabar nasional Kompas. Hary Tanoesoedibjo memimpin perusahaan media MNC Group. Masih banyak etnis Tionghoa di negeri ini yang ikut berperan mengisi kemerdekaan melalui bidang yang ditekuni masing-masing.

Peran dalam Kemerdekaan Indonesia
Warga Tionghoa juga memiliki andil dalam membantu perlawanan Indonesia terhadap penjajahan Kolonial Belanda waktu itu dengan menjadi pemasok persenjataan. Bahkan presiden ke-5 RI, Abdurrahman Wahid atau yang lebih akrab disapa Gus Dur pun pernah mengatakan bahwa ia berdarah Tionghoa. Ia mengaku keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak. Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V. Tan Kim Han sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan.
Liku-liku Perjalanan
            Perjalanan Etnis Tionghoa menuju ‘pengakuan’ di Indonesia mengalami masa-masa yang tidak mudah dan butuh waktu lama. Etnis Tionghoa yang dulu disebut Chines Overseas atau Tionghoa perantauan mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-19 dan ke-20. Pada waktu ketika Tiongkok dan Asia Tenggara mengalami perubahan. Leo Suryadinata, dalam bukunya “Negara dan Etnis Tionghoa, Kasus Indonesia” menyebutkan ada dua faktor masuknya orang-orang Tionghoa masuk ke Indonesia. Faktor ini dibagi menjadi faktor pendorong dan faktor penarik.
            Kekacauan, kemiskinan, dan kepadatan penduduk di daratan Tiongkok mendorong mereka meninggalkan negeri leluhurnya, sedangkan kolonialisasi Barat di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia dan pembukaan wilayah ini membutuhkan banyak tenaga kerja. Lowongan kerja dan kesempatan ini menarik etnis Tionghoa ke daerah yang dulu dikenal sebagai Nanyang. Nanyang adalah istilah Tionghoa yang berarti Samudera Selatan.
Pada masa orde baru, etnis Tionghoa masih dibatasi kebebasannya dalam aktivitas berbangsa dan bernegara. Dalam bidang budaya misalnya, pemerintah orde baru seakan ingin mengikis habis kebudayaan Tionghoa di Indonesia. Bukan saja tidak mengizinkan orang mengamalkan tradisi dan adat istiadatnya secara publik, tetapi juga tidak boleh merayakan tahun baru imlek dan cap go meh tidak boleh main barongsai, agama Konghucu tidak diakui, belajar bahasa Mandarin tidak diperbolehkan, koran dan publikasi bahasa Mandarin tidak diizinkan, dan semua kelenteng harus diubah menjadi wihara. Sungguh sangat miris jika melihat sistem demokrasi negara Indonesia sebagai negara demokrasi ada saat itu.
            Tionghoa Mulai diakui di Indonesia
Setelah jatuhnya rezim Orde Baru, tepatnya setelah Gus Dur menggantikan Soeharto menjadi presiden, kebijakan baru pun ditetapkan. Gus Dur menerbitkan Inpres No. 14 tahun1967. Hal ini merupakan satu langkah penting karena gerbang demokrasi bagi masyarakat Tionghoa di Indonesia telah dibuka. Jika pada masa Orde Baru masyarakat Tionghoa masih terasing maka pada awal pemerintahan Gus Dur ini menjadi semakin diterima di kalangan masyarakat Pribumi. Peran Gus Dur ini menjadikan ia dijuluki sebagai Bapak Pluralis atau Multikulturisme Indonesia oleh Presiden SBY. Hal ini karena Gus Dur selalu mengusung nilai-nilai toleransi, demokratis, inklusif, dan damai saat beliau menjadi presiden.
Dengan adanya kebijakan tersebut, hendaknya tidak ada lagi perpecahan antara penduduk pribumi dengan non-pribumi (etnis Tionghoa) ini. Begitu pula etnis Tionghoanya sendiri harus melakukan pembenahan dan sebagai ungkapan ‘terima kasih’ pula hendaknya bisa bekerja sama dengan pribumi. Sehingga tercipta toleransi yang tinggi dan menjadikan keadaan yang semakin membaik baik bagi penduduk pribumi maupun dari etnis Tionghoa sendiri. Dengan berbekal kebhinekaan yang utuh diharapkan Nusantara menjadi sebuah Negara yang digdaya karena persatuan warganya.

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda ...

 
Copyright © 2013 PUJAKESUMA BLOGGER
Design by FBTemplates | BTT