Oleh
: Charismanto*
Ma’had Darul Qur’an Wal Irsyad, begitulah pondok pesantren itu lazim
disebut. Berlokasi di Jalan Nusantara No. 17, ledoksari, Kepek, Wonosari.
Sebuah dusun yang tak terlalu jauh dari Ibu Kota Kabupaten Gunungkidul. Jarak
tempuh dari pusat kota menuju pesantren ini kurang lebih 2 km atau menghabiskan
waktu sekitar 5 menit jika mengendarai sepeda motor dengan kecepatan sedang.
Sejarah berdirinya Pesantren
Sejarah berdiri pesantren ini bermula dari seorang warga
Ledoksari, Pak Slamet, pemilik sebuah agen koran di Wonosari. Ia bermaksud menyerahkan kos
kosan sejumlah 13 kamar untuk dibuat pesantren dan diserahkan kepada Haji Mustaid. Haji Mustaid sendiri adalah pengasuh dan
sesepuh Jamaah
Pengajian Al Irsyad yang ada di Dusun
Ledoksari. Ternyata yang
menjadi keinginan Pak Slamet itu tepat dengan apa yang dibutuhkan oleh Jamaah
Pengajian Al Irsyad yaitu ingin meningkatkan jamaah pengajian menjadi sebuah pondok
pesantren. Kemudian Haji Mustaid meminta seorang putra daerah asli Gunungkidul
untuk mengelola kos-kosan yang akan dijadikan pesantren tersebut. Beliau adalah
K.H Ahmad Kharis Masduki, yang merupakan lulusan dari Pondok Pesantren An Nur
Ngrukem Bantul dan juga alumni Pondok Pesantren Daruttauhid asuhan Abuya Sayyid
Muhammad Alawi Almaliki, Mekkah Al Mukarromah. Beliau pernah mendapatkan
prestasi juara IV pada lomba Musabaqoh Tafsir Al Qur’an Internasional di Mekkah
pada tahun 1992.
Setelah sowan dan mendapat do’a restu dari beberapa tokoh dan kyai,
diantaranya K.H Nawawi Abdul Aziz (pengasuh Pondok Pesantren An Nur Ngrukem
Bantul), K.H Azhari Marzuki (Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ummah Kotagede),
K.H Habib Wardani (tokoh agama di kabupaten Gunungkidul), K.H Mustaid (seorang
muballigh dan juga pernah menjabat sebagai Kepala Sekolah SMKN 2 Wonosari) maka
resmilah Ma’had Darul Qur’an Wal Irsyad ini berdiri. Tepatnya pada tanggal 27
Agustus 1999 atau bertepatan dengan tanggal 15 Jumadil Awwal 1420 hijriah.
Sehingga secara resmi terdaftar di lingkungan Kementerian Agama Kabupaten
Gunungkidul dengan nomor statistik D.99127.
Perkembangan Pesantren
Dalam perkembangannya, Ma’had
Darul Qur’an Wal Irsyad semakin berkembang dari tahun ke tahun. Santri datang
dari berbagai daerah, bahkan dari luar Jawa. Pendidikan yang diselenggarakan
pun tak hanya pendidikan pesantren, namun juga terdapat pendidikan formalnya
diantaranya adalah RA/KBT Darul Qur’an, MI Darul Qur’an, MTs Darul Qur’an, MA
Darul Qur’an, dan SMK Darul Qur’an Wonosari. Sedangkan pada pendidikan di
pesantrennya meliputi TPQ Darul Qur’an, Madrasah Diniyyah Abdullah Bin Mas’ud
(Abima), dan PPHA (Program Pembibitan Hafidz Al Qur’an).
Ada yang berbeda dari
pondok pesantren satu ini bila dibandingkan dengan pondok pesantren kebanyakan
lainnya. Perbedaan itu terletak pada sistem pembelajaran yang ada. Pada
pembelajaran yang diterapkan tidak memisahkan antara pendidikan pesantren
dengan pendidikan formal yang ada di bawah naungannya. Melainkan memadukan
nilai-nilai kepesantrenan ke dalam pendidikan formalnya. Begitu pula sebaliknya,
sekolah pun harus mempertimbangkan prestasi di pesantrennya. “Keterpaduan itu terletak dari sisi kurikulumnya, dari
sisi manajemennya, dari sisi kegiatannya, ini kita padukan semua”, ungkap Pengasuh Ma’had Darul Qur’an Wal Irsyad, K.H A.
Kharis Masduki, M.S.I.
Artinya, capaian-capaian pesantren itu
dipertimbangkan di madrasah atau sekolah. Sehingga jika target target di
pesantren tidak dipenuhi, yang sekolah juga akan terpengaruh. “Misalnya masalah kenaikan kelas, sebagai syarat
kenaikan ialah menjadi
satu antara pelajaran pondok dan pelajaran sekolah. Tidak boleh hanya salah
satu yang memenuhi target. Kedua-duanya harus terpenuhi targetnya, kualitatif
maupun kuantitatif. Misalnya di sini, di Darul Qur’an ini untuk putra setahun targetnya hafal 6 juz, maka
untuk naik kelas itu, 6 juz harus terpenuhi, jumlahnya maupun
kualitasnya,” Jelas pengasuh selanjutnya.
"Ma’had Darul Qur’an Wal Irsyad ini selalu menajaga hal ini. Sehingga jargon di NU yang berbunyi almuhafadhoh ‘ala qodiimis solih, wal akhdu bijadidil ashlah itu benar benar terealisasi," tambah beliau.
"Ma’had Darul Qur’an Wal Irsyad ini selalu menajaga hal ini. Sehingga jargon di NU yang berbunyi almuhafadhoh ‘ala qodiimis solih, wal akhdu bijadidil ashlah itu benar benar terealisasi," tambah beliau.
Tidak hanya yang
memilih tahfidz, yang memilih kitab juga ada target kualitatif juga
kuantitatif yang itu diperhitungkan di sekolah. Dan begitu pula sebaliknya,
kegiatan-kegiatan sekolah itu juga masuk dalam perhitungan-perhitungan pondok. Diharapkan
jika program seperti ini sudah berjalan dengan baik dan maksimal, maka akan
muncul prototip lulusan, yang lulusan itu mengakar dengan nilai-nilai
pesantren, dengan keilmuan pesantren tetapi juga harus bisa mengikuti arus
perubahan zaman.
Prestasi-prestasi Pondok
Pesantren dan Pendidikan Formal
“Alhamdulillah, untuk
prestasi yang diperoleh selama ini cukup memuaskan, diantaranya lomba baca
kitab di kulonprogo, bahkan mendapatkan sekitar 40an medali, kemudian yang
akhir-akhir ini masuk yang di lomba tingkat nasional yang diadakan oleh Pendidikan
Kebudayaan tentang karya ilmiah, dari madrasah Aliyah swasta yang masuk ke
nasional, se DIY hanya dari MA Darul Qur’an”, terang K.H A. Kharis Masduki.
Pada Lomba Karya Ilmiah Tahun 2016 kemarin, yang
mengangkat tema tentang Pemanfaatan Sandal Bekas untuk Kerajinan masuk pada
tingkat nasional. Sebelumnya, pada lomba film pendek untuk SMK, Darul Qur’an
mendapat yang terbaik untuk kategori editor. Ada lagi yang diselenggarakan oleh
UGM, tentang karya penelitian tentang Rumput Teki untuk Obat Nyamuk masuk 70
besar dari 1000 peserta se Indonesia, kemudian untuk tahun yang sama, olimpiade
matematika KSM (Kompetisi Sains Madrasah) tingkat nasional di Palembang itu
mendapat medali emas. “Itu kalau yang tingkat nasional dan provinsi, kalau
di lokal-lokal ya ini, juara umum”, Beliau menambahkan sambil menunjuk pada
sederetan piala di kantor sekolah. Lebih lanjut lagi, pengasuh menekankan bahwa
prestasi bukanlah sebagai tujuan utama dalam menempuh pendidikan di Ma’had Darul
Qur’an ini. Beliau lebih menekankan kepada para santri bahwa prestasi hanya
sebagai alat ukur sejauh mana tingkat keberhasilan sebuah pembelajaran. “Itu
bukan tujuan kita, itu kita pakai sebagai alat ukur. Kalau kita ikut
lomba-lomba, itu lebih kita posisikan sebagai alat ukur tentang sejauh mana
tentang keberhasilan belajar mengajar di pondok ini, bukan konteks mencari
kejuaraan, kita kan kalau kita memang bagus, juara itu otomatis”, pungkas
beliau. [ch.lq.2016]
(Wawancara dengan Abi Ahmad Kharis Masduki, Pengasuh Ma'had Darul Qur'an Wal Irsyad Wonosari)
*Penulis adalah alumni Ma'had Darul Qur'an Wal Irsyad. Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera) ini, kini sedang menempuh pendidikan di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Melanjutkan "mondok"nya di PP. Al Luqmaniyyah Yogyakarta
*Penulis adalah alumni Ma'had Darul Qur'an Wal Irsyad. Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera) ini, kini sedang menempuh pendidikan di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Melanjutkan "mondok"nya di PP. Al Luqmaniyyah Yogyakarta
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda ...