BREAKING

Sabtu, 15 Oktober 2016

MA’HAD DARUL QUR’AN WAL IRSYAD WONOSARI "Integrasikan Mutiara Keilmuan Pesantren dengan Pendidikan Formal"

Oleh : Charismanto*

           
  
Gunungkidul. Tatkala menyebut salah satu daerah di DIY ini tentu akan terbesit dalam benak kita mengenai daerah yang kering dan tandus. Begitu pula masyarakatnya yang mungkin masih bisa dikatakan tertinggal di banding daerah lain di Provinsi DIY. Namun siapa sangka jika di Negeri Diatas Awan ini terdapat satu mutiara terpendam, pondok pesantren yang masih memegang teguh akidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah dengan menyematkan semangat perjuangan nahdliyin di dalam diri setiap santrinya.

Ma’had Darul Qur’an Wal Irsyad, begitulah pondok pesantren itu lazim disebut. Berlokasi di Jalan Nusantara No. 17, ledoksari, Kepek, Wonosari. Sebuah dusun yang tak terlalu jauh dari Ibu Kota Kabupaten Gunungkidul. Jarak tempuh dari pusat kota menuju pesantren ini kurang lebih 2 km atau menghabiskan waktu sekitar 5 menit jika mengendarai sepeda motor dengan kecepatan sedang.

Sejarah berdirinya Pesantren
Sejarah berdiri pesantren ini bermula dari seorang warga Ledoksari, Pak Slamet, pemilik sebuah agen koran di Wonosari. Ia bermaksud menyerahkan kos kosan sejumlah 13 kamar untuk dibuat pesantren dan diserahkan kepada Haji Mustaid. Haji Mustaid sendiri adalah pengasuh dan sesepuh Jamaah Pengajian Al Irsyad yang ada di Dusun Ledoksari. Ternyata yang menjadi keinginan Pak Slamet itu tepat dengan apa yang dibutuhkan oleh Jamaah Pengajian Al Irsyad yaitu ingin meningkatkan jamaah pengajian menjadi sebuah pondok pesantren. Kemudian Haji Mustaid meminta seorang putra daerah asli Gunungkidul untuk mengelola kos-kosan yang akan dijadikan pesantren tersebut. Beliau adalah K.H Ahmad Kharis Masduki, yang merupakan lulusan dari Pondok Pesantren An Nur Ngrukem Bantul dan juga alumni Pondok Pesantren Daruttauhid asuhan Abuya Sayyid Muhammad Alawi Almaliki, Mekkah Al Mukarromah. Beliau pernah mendapatkan prestasi juara IV pada lomba Musabaqoh Tafsir Al Qur’an Internasional di Mekkah pada tahun 1992.
Setelah sowan dan mendapat do’a restu dari beberapa tokoh dan kyai, diantaranya K.H Nawawi Abdul Aziz (pengasuh Pondok Pesantren An Nur Ngrukem Bantul), K.H Azhari Marzuki (Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ummah Kotagede), K.H Habib Wardani (tokoh agama di kabupaten Gunungkidul), K.H Mustaid (seorang muballigh dan juga pernah menjabat sebagai Kepala Sekolah SMKN 2 Wonosari) maka resmilah Ma’had Darul Qur’an Wal Irsyad ini berdiri. Tepatnya pada tanggal 27 Agustus 1999 atau bertepatan dengan tanggal 15 Jumadil Awwal 1420 hijriah. Sehingga secara resmi terdaftar di lingkungan Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul dengan nomor statistik D.99127.

Perkembangan Pesantren
Dalam perkembangannya, Ma’had Darul Qur’an Wal Irsyad semakin berkembang dari tahun ke tahun. Santri datang dari berbagai daerah, bahkan dari luar Jawa. Pendidikan yang diselenggarakan pun tak hanya pendidikan pesantren, namun juga terdapat pendidikan formalnya diantaranya adalah RA/KBT Darul Qur’an, MI Darul Qur’an, MTs Darul Qur’an, MA Darul Qur’an, dan SMK Darul Qur’an Wonosari. Sedangkan pada pendidikan di pesantrennya meliputi TPQ Darul Qur’an, Madrasah Diniyyah Abdullah Bin Mas’ud (Abima), dan PPHA (Program Pembibitan Hafidz Al Qur’an).
Ada yang berbeda dari pondok pesantren satu ini bila dibandingkan dengan pondok pesantren kebanyakan lainnya. Perbedaan itu terletak pada sistem pembelajaran yang ada. Pada pembelajaran yang diterapkan tidak memisahkan antara pendidikan pesantren dengan pendidikan formal yang ada di bawah naungannya. Melainkan memadukan nilai-nilai kepesantrenan ke dalam pendidikan formalnya. Begitu pula sebaliknya, sekolah pun harus mempertimbangkan prestasi di pesantrennya. Keterpaduan itu terletak dari sisi kurikulumnya, dari sisi manajemennya, dari sisi kegiatannya, ini kita padukan semua”, ungkap Pengasuh Ma’had Darul Qur’an Wal Irsyad, K.H A. Kharis Masduki, M.S.I.
Artinya, capaian-capaian pesantren itu dipertimbangkan di madrasah atau sekolah. Sehingga jika target target di pesantren tidak dipenuhi, yang sekolah juga akan terpengaruh. Misalnya masalah kenaikan kelas, sebagai syarat kenaikan ialah menjadi satu antara pelajaran pondok dan pelajaran sekolah. Tidak boleh hanya salah satu yang memenuhi target. Kedua-duanya harus terpenuhi targetnya, kualitatif maupun kuantitatif. Misalnya di sini, di Darul Qur’an ini untuk putra setahun targetnya hafal 6 juz, maka untuk naik kelas itu, 6 juz harus terpenuhi, jumlahnya maupun kualitasnya,” Jelas pengasuh selanjutnya. 
"Ma’had Darul Qur’an Wal Irsyad ini selalu menajaga hal ini. Sehingga jargon di NU yang berbunyi almuhafadhoh ‘ala qodiimis solih, wal akhdu bijadidil ashlah itu benar benar terealisasi," tambah beliau.
Tidak hanya yang  memilih tahfidz, yang memilih kitab juga ada target kualitatif juga kuantitatif yang itu diperhitungkan di sekolah. Dan begitu pula sebaliknya, kegiatan-kegiatan sekolah itu juga masuk dalam perhitungan-perhitungan pondok. Diharapkan jika program seperti ini sudah berjalan dengan baik dan maksimal, maka akan muncul prototip lulusan, yang lulusan itu mengakar dengan nilai-nilai pesantren, dengan keilmuan pesantren tetapi juga harus bisa mengikuti arus perubahan zaman.

Prestasi-prestasi Pondok Pesantren dan Pendidikan Formal
“Alhamdulillah, untuk prestasi yang diperoleh selama ini cukup memuaskan, diantaranya lomba baca kitab di kulonprogo, bahkan mendapatkan sekitar 40an medali, kemudian yang akhir-akhir ini masuk yang di lomba tingkat nasional yang diadakan oleh Pendidikan Kebudayaan tentang karya ilmiah, dari madrasah Aliyah swasta yang masuk ke nasional, se DIY hanya dari MA Darul Qur’an”, terang K.H A. Kharis Masduki.
Pada Lomba Karya Ilmiah Tahun 2016 kemarin, yang mengangkat tema tentang Pemanfaatan Sandal Bekas untuk Kerajinan masuk pada tingkat nasional. Sebelumnya, pada lomba film pendek untuk SMK, Darul Qur’an mendapat yang terbaik untuk kategori editor. Ada lagi yang diselenggarakan oleh UGM, tentang karya penelitian tentang Rumput Teki untuk Obat Nyamuk masuk 70 besar dari 1000 peserta se Indonesia, kemudian untuk tahun yang sama, olimpiade matematika KSM (Kompetisi Sains Madrasah) tingkat nasional di Palembang itu mendapat medali emas. “Itu kalau yang tingkat nasional dan provinsi, kalau di lokal-lokal ya ini, juara umum”, Beliau menambahkan sambil menunjuk pada sederetan piala di kantor sekolah. Lebih lanjut lagi, pengasuh menekankan bahwa prestasi bukanlah sebagai tujuan utama dalam menempuh pendidikan di Ma’had Darul Qur’an ini. Beliau lebih menekankan kepada para santri bahwa prestasi hanya sebagai alat ukur sejauh mana tingkat keberhasilan sebuah pembelajaran. “Itu bukan tujuan kita, itu kita pakai sebagai alat ukur. Kalau kita ikut lomba-lomba, itu lebih kita posisikan sebagai alat ukur tentang sejauh mana tentang keberhasilan belajar mengajar di pondok ini, bukan konteks mencari kejuaraan, kita kan kalau kita memang bagus, juara itu otomatis”, pungkas beliau. [ch.lq.2016]


(Wawancara dengan Abi Ahmad Kharis Masduki, Pengasuh Ma'had Darul Qur'an Wal Irsyad Wonosari)

*Penulis adalah alumni Ma'had Darul Qur'an Wal Irsyad. Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera) ini, kini sedang menempuh pendidikan di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Melanjutkan "mondok"nya di PP. Al Luqmaniyyah Yogyakarta



About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda ...

 
Copyright © 2013 PUJAKESUMA BLOGGER
Design by FBTemplates | BTT