“Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain pula ikan”, pepatah itulah yang menjadi kalimat pembuka tausyiah
Simbah Kyai Salimi di masjid Ponpes Al Luqmaniyyah. Dalam kesempatan itu,
beliau memberikan banyak nasehat kepada para
santri. Tema yang disampaikan beliau adalah tentang perbedaan pendidikan di
pondok pesantren dengan pendidikan di luar pesantren. Sungguh sangat jauh beda
antara pendidikan di pesantren dan di luar pesantren. Pendidikan di pesantren
selain memberikan materi dan ilmu pengetahuan, juga pendidikan yang diberikan dapat
menjadikan santri mengenal dan semakin dekat dengan Allah. Berbeda dengan pendidikan di luar pesantren
yang pada umumnya hanya memberikan pelajaran tentang dunia tanpa menekankan
pendidikan agama yang dapat mendekatkan diri kepada Allah tadi, bahkan menjadikan lupa akan urusan akhirat.
Selain itu, guru atau kyai yang mengasuh serta membimbing
para santri di pesantren jauh berbeda dengan guru di sekolah umum yang notabene dibayar oleh pemerintah atau
dari murid langsung. Karena prinsip mengajar di pesantren adalah berjuang di
jalan Allah. Dalam hal ini mentransfer ilmu yang telah dimiliki tanpa mengharap
imbalan dari murid/santri. Guru di pesantren murni untuk meneruskan perjuangan
menghidupkan agama dan sebagai pengabdian kepada kyainya dahulu yang telah
mengajarkan ilmu. Ikhlas dalam memberikan ilmunya itulah yang menjadikan murid
mudah dalam menerima pelajarang dari sang guru. Ini hanya ada dan di pesantren.
Guru di pesantren merupakan orang tua yang paling berhak
memiliki seluruh apa yang ada pada si muridnya, selain orang tua di rumah. Seperti pada ungkapan di syi’ir
kitab Alala, “Ro aitu ahaqqol haqqi
haqqol mu’allimi” yang artinya Saya meyakini akan lebih berhaknya seorang
muallim (guru). Bahkan Sayyidina Ali pernah berkata, “Aku rela menjadi budak untuk orang yang telah mengajarkan satu huruf
kepadaku”, ini menunjukkan betapa sangat mulia kedudukan seorang guru. Bahwasanya
seorang guru itu lebih berhak memiliki seorang murid, karena selain menjadi
guru yang mengajarkan ilmu, guru juga merupakan yang mengantarkan seseorang
menuju keselamatan dunia dan akherat. Berbeda dengan orang tua di rumah yang
hanya memberikan bekal untuk hidup di dunia, belum tentu menjamin keselamatan
di akherat kelak. Maka hendaknya murid menyadari hal itu dan selalu memuliakan
serta melayani gurunya.
Simbah Kyai Salimi juga menjelaskan mengenai betapa
pentingnya menggunakan waktu dengan sebaik mungkin. Waktu dan kesempatan yang ada hendaknya jangan hanya digunakan untuk
tidur dan untuk perbuatan yang kurang bermanfaat. Di pesantren lah waktu itu
akan menjadi sangat penting, karena selain digunakan untuk belajar juga untuk
beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan di luar pesantren, kebanyakan hanya sibuk menggunakan waktunya untuk kegiatan yang justru
malah dapat menjauhkan diri dari Allah. Sehingga lupa akan kewajibannya sebagai
hamba. Selain itu, karena pendidikan yang dikejar selalu berkaitan dengan
perkara dunia, menjadikan manusia sibuk memikirkan hal dunia terus. Sedangkan
perkara dunia tidak akan ada habisnya dan manusia tak akan pernah merasa puas
untuk terus mengejarnya.
Pendidikan di pesantren pula lah yang membuat seseorang
selain memiliki kepandaian secara akal juga
kepandaian spritual yang akan menjadi benteng dari perbuatan keji dan mungkar. Jika
dikaitkan dengan sholat, hal ini bisa saja sesuai. Hal ini dilihat dari sebuah
hadits “Inna Sholata tanhaa ‘anil fahsyaai wal munkar”. Sehingga kepandaian
spritual tadi akan menjadi prinsip hidup bagi siapapun yang telah merasakan
kehidupan dan pendidikan di pesantren. Seorang santri sejati tentu tak akan
melenceng dari ketentuan yang telah diberikan Allah kepada para hambaNya. Banyak
orang pandai di negeri ini, namun akhlak dan iman mereka yang kurang terpuji
sehingga terjerumuslah dalam lembah kemaksiatan, korupsi dan penyelewengan
amanah yang diberikan masyarakat masih sering terjadi. Hal ini salah satu
faktornya adalah pendidikan karakter yang kurang diterapkan ketika masih
belajar dulu.
Kesadaran orang tua untuk tak hanya mendorong
putra-putrinya untuk mengenyam pendidikan formal semata sangatlah penting.
Karena seorang anak sebelum dikenalkan pendidikan formal, terlebih dahulu hars
dikenalkan mengenai siapa tuhannya dan tentang agamanya. Jauh sebelum
dikenalkan huruf ABC, hendaknya diajarkan dahulu huruf abatasa itu. [ch.lq]
01 Muharram 1438 H
*Oleh Charis
Penulis amatir dan serabutan
yang masih terbuai dalam
mimpi-mimpi.
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda ...