BREAKING

Senin, 03 Oktober 2016

Pendidikan Pesantren, Pendidikan Unggul Pembentuk Karakter Bangsa


Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain pula ikan, pepatah itulah yang menjadi kalimat pembuka tausyiah Simbah Kyai Salimi di masjid Ponpes Al Luqmaniyyah. Dalam kesempatan itu, beliau memberikan banyak nasehat kepada para santri. Tema yang disampaikan beliau adalah tentang perbedaan pendidikan di pondok pesantren dengan pendidikan di luar pesantren. Sungguh sangat jauh beda antara pendidikan di pesantren dan di luar pesantren. Pendidikan di pesantren selain memberikan materi dan ilmu pengetahuan, juga pendidikan yang diberikan dapat menjadikan santri mengenal dan semakin dekat dengan Allah.  Berbeda dengan pendidikan di luar pesantren yang pada umumnya hanya memberikan pelajaran tentang dunia tanpa menekankan pendidikan agama yang dapat mendekatkan diri kepada Allah tadi, bahkan  menjadikan lupa akan urusan akhirat.


Selain itu, guru atau kyai yang mengasuh serta membimbing para santri di pesantren jauh berbeda dengan guru di sekolah umum yang notabene dibayar oleh pemerintah atau dari murid langsung. Karena prinsip mengajar di pesantren adalah berjuang di jalan Allah. Dalam hal ini mentransfer ilmu yang telah dimiliki tanpa mengharap imbalan dari murid/santri. Guru di pesantren murni untuk meneruskan perjuangan menghidupkan agama dan sebagai pengabdian kepada kyainya dahulu yang telah mengajarkan ilmu. Ikhlas dalam memberikan ilmunya itulah yang menjadikan murid mudah dalam menerima pelajarang dari sang guru. Ini hanya ada dan di pesantren.
Guru di pesantren merupakan orang tua yang paling berhak memiliki seluruh apa yang ada pada si muridnya, selain orang tua  di rumah. Seperti pada ungkapan di syi’ir kitab Alala, “Ro aitu ahaqqol haqqi haqqol mu’allimi” yang artinya Saya meyakini akan lebih berhaknya seorang muallim (guru). Bahkan Sayyidina Ali pernah berkata, “Aku rela menjadi budak untuk orang yang telah mengajarkan satu huruf kepadaku”, ini menunjukkan betapa sangat mulia kedudukan seorang guru. Bahwasanya seorang guru itu lebih berhak memiliki seorang murid, karena selain menjadi guru yang mengajarkan ilmu, guru juga merupakan yang mengantarkan seseorang menuju keselamatan dunia dan akherat. Berbeda dengan orang tua di rumah yang hanya memberikan bekal untuk hidup di dunia, belum tentu menjamin keselamatan di akherat kelak. Maka hendaknya murid menyadari hal itu dan selalu memuliakan serta melayani gurunya.
Simbah Kyai Salimi juga menjelaskan mengenai betapa pentingnya menggunakan waktu dengan sebaik mungkin. Waktu dan kesempatan yang ada hendaknya jangan hanya digunakan untuk tidur dan untuk perbuatan yang kurang bermanfaat. Di pesantren lah waktu itu akan menjadi sangat penting, karena selain digunakan untuk belajar juga untuk beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan di luar pesantren, kebanyakan hanya sibuk menggunakan waktunya untuk kegiatan yang justru malah dapat menjauhkan diri dari Allah. Sehingga lupa akan kewajibannya sebagai hamba. Selain itu, karena pendidikan yang dikejar selalu berkaitan dengan perkara dunia, menjadikan manusia sibuk memikirkan hal dunia terus. Sedangkan perkara dunia tidak akan ada habisnya dan manusia tak akan pernah merasa puas untuk terus mengejarnya.
Pendidikan di pesantren pula lah yang membuat seseorang selain memiliki kepandaian secara  akal juga kepandaian spritual yang akan menjadi benteng dari perbuatan keji dan mungkar. Jika dikaitkan dengan sholat, hal ini bisa saja sesuai. Hal ini dilihat dari sebuah hadits “Inna Sholata tanhaa ‘anil fahsyaai wal munkar”. Sehingga kepandaian spritual tadi akan menjadi prinsip hidup bagi siapapun yang telah merasakan kehidupan dan pendidikan di pesantren. Seorang santri sejati tentu tak akan melenceng dari ketentuan yang telah diberikan Allah kepada para hambaNya. Banyak orang pandai di negeri ini, namun akhlak dan iman mereka yang kurang terpuji sehingga terjerumuslah dalam lembah kemaksiatan, korupsi dan penyelewengan amanah yang diberikan masyarakat masih sering terjadi. Hal ini salah satu faktornya adalah pendidikan karakter yang kurang diterapkan ketika masih belajar dulu.
Kesadaran orang tua untuk tak hanya mendorong putra-putrinya untuk mengenyam pendidikan formal semata sangatlah penting. Karena seorang anak sebelum dikenalkan pendidikan formal, terlebih dahulu hars dikenalkan mengenai siapa tuhannya dan tentang agamanya. Jauh sebelum dikenalkan huruf ABC, hendaknya diajarkan dahulu huruf abatasa itu. [ch.lq]


01 Muharram 1438 H


*Oleh Charis
Penulis amatir dan serabutan


yang masih terbuai dalam mimpi-mimpi.

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda ...

 
Copyright © 2013 PUJAKESUMA BLOGGER
Design by FBTemplates | BTT