Imam Maliki r.a pernah
berkata, “ummat Nabi yang hidup pada zaman akhir tidak akan mungkin bisa
menjadi baik terkecuali dengan cara yang pada awal ummat tersebut diperbaiki”.
Jadi, jika ingin memperbaiki suatu kaum maka kurikulumnya juga harus kembali
pada kurikulum pada awal-awal kaum tersebut. Lalu apa itu
kurikulum yang harus ada pada ummat ini? Kurikulum tersebut tiada lain adalah
mahabbah kepada Rosulullah SAW.
Mahabbah
adalah kurikulum pertama dan palimg utama dari haadzihil
ummah, seperti kisah ketika Nabi sebelum datang ke Kota Madinah. Sebelum beliau datang pertama
kali ke Madinah, sebelumnya beliau
mengutus sahabat Musaib bin Umair. Ia adalah pionir dakwah ke mana tempat Nabi
akan hijrah. Sahabat Musaib bin Umair
ini diperintahkan oleh Rosulullah dengan berkata, “berilah kabar gembira kepada
orang-orang Madinah. Jangan sampai malah menjauh dari agama”. Pesan ini akan
ditanyakan lagi oleh Rosulullah ketika sampai di Kota Madinah di kemudian hari.
Ternyata benar, ketika Rosulullah telah sampai di Kota Madinah sudah banyak
penduduk,dari orang tua sampai anak-anak pun berkumpul menunggu kedatangan
Rosulullah, khususnya dari Bani Najjari.
Dengan bersama-sama, mereka menyambut kedatangan Nabi, memukul alat-alat
musik sederhana mereka menyanyikan Thola’al Badru Alaina min tsaniyatil wada...,
Inilah mengapa terbangan atau memukul alat-alat seperti yang telah
dilakukan Bani Najjari menyambut kedatanga Nabi dan disertai puji-pujian itu
sunnah taqririyyah. Tidak bisa dibantah lagi. Mereka dengan bersuka ria,
dengan wajah berseri-seri menyambut Nabi. Para penduduk Madinah saat itu sudah
memuji orang dan senang kepada orang yang belum pernah ditemuinya.
Ya Nabi Salam padamu...
Ya Rosul salam padamu...
Kekasih salam padamu...
Sholawat hanya untukmu...
Ini lah cara mengungkapkan rasa rindunya ummat pada Nabinya. Lalu, bagaimana
dengan orang-orang yang mengharamkan dan membid’ahkan bersholawat? Jika mereka
mengaku bahwa merekan rindu dan cinta kepada Nabi Muhammad SAW. Jadi,
mahabbah kepada Nabi adalah kurikulum cinta pada hadzihil ummah.
Nabi mendidik para sahabat sehingga menjadi pribadi yang sangat luar biasa.
Sampai-sampai Nabi pernah bersabda, “masa yang paling baik adalah masa dimana
aku berada (yaitu para sahabat)”. Nah, para sahabat ini menjadi golongan dan
generasi terbaik serta manusia paling mulia di sisi Nabi. Kira-kira apa
kurikulum yang telah diajarkan Nabi kepada para sahabat ini? Sehingga mereka
sangat luar biasa keimannaya? Tidak lain pula adalah karena mahabbah kepada
Nabi.
Dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin, pada bab tentang Ulama, Imam Al Ghozali
menyebutkan mengenai perkataan para sahabat, “Kami adalah para sahabat yang
kami diberi iman terlebih dahulu sebelum al Qur’an, akan datang suatu masa
dimana Al Qur’an ini dikenalkan sebelum iman. Al Qur’an dibuat pegangan sebelum
adanya iman”. Sehingga hal itu menimbulkan banyak golongan-golongan yang merasa
paling benar sendiri. Mudah menyalahkan orang lain yang tak sepaham dengannya. Membuat
majelis-majelis tafsir Al Qur’an. Imam Ghozali menyebutkan perkataan sahabat
itu dalam kitabnya, “mereka adalah seburuk-buruknya ummat”. Pada zaman dulu,
mengaji Al Qur’an malah dinomorsekiankan sebelum para murid paham dan mantab
keimanannya. Berbeda dengan saat ini yang kebanyakan TPA malah diajarkan Al
Qur’an dahulu.
Jadi, Iman itu harus didahulukan sebelum Al Qur’an. Lalu iman seperti apa
yang dimaksudka di sini?? Iman di sini adalah dasar pokok mahabbah kepada Nabi.
Jadi apabila mahabbah kepada Nabi sudah menancap kepada Nabi, maka ia akan mudah
melakukan perintah-perintah yang diberikan Nabi.
Mahabbah jangan diartikan seperti sepasang kekasih yang sedang kasmaran
saling menumpahkan perasaannya masing-masing. Mahabbah di sini bermakna khusus,
mahabbah adalah dzauqun fil qolbi, sebuah perasaan yang ada dalam hati.
Sehingga kemudian timbul tsamrotul ma’rifah. Ma’rifah kepada nabi ini dengan
mempelajari sifat-sifat beliau. Lalu bagaimana cara agar dapat ma’rifah
(mengenal nabi) sehingga nantinya mengikuti beliau dengan penuh kemantaban?
Hal pertama adalah mengenai khusnus suroh. Nabi itu indah
secara pribadi. Jika ini dipelajari, maka akan tambah cinta kepadanya. Kedua,
khusnus sirah. Rekam jejak Nabi sangatlah baik dan penuh keteladanan
sehingga patut untuk ditiru para ummatnya. Ketiga, kamaaliyyatul fadhli,
nabi itu sempurna keutamaannya. Jika kita memperlajari tentang kemuliaan
beliau, bertambah cinta pula kapada Nabi. Keempat, kamaaliyyatul ihsan,
Nabi sempurna dalam akhlaknya kepada siapa saja.
Disebutkan pula dalam kitab Mahabbatuz Zaujah, Nabi mengumpulkan segala
perkara yang menjadikan beliau dicintai. Diangan-angan didalam akal pikiran,
kemudian dirasakan di hati. Maka perasaan cinta ini kemudian mendorong untuk
mengikuti yang dicintainya. Jika mengenal dan mencintai Nabi ini dapat menjadikan
iman kepada Nabi. Karena yang mengenalkan Allah adalah Nabi. Karena setiap yang
disampaikan beliau pasti kita yakini
kebenarannya. Nabi adalah basyarun laa kal basyari. Beliau manusia
istimewa. Sempurna lahir bathinnya. Maka patutlah beliau dipilih menjadi
kekasih Allah.[]
Disampaikan oleh KH. Abdullah Sa’ad
pada acara Haflah Khotmil Qur’an dan Haul
Di PP. Minhajut Tamyiz Timoho, Jogjakarta.
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda ...