Sumber Foto : Google |
Semilir angin sore menyambutku memasuki sebuah gerbang desa bertuliskan “Bina Karya
Darussalam”. Ya, itu adalah gerbang desaku. Semoga apa yang dituliskan
di gerbang itu menjadi do’a bagi seluruh penduduknya. Benar-benar menjadi “Desa Keselamatan” yang menyelamatkan semua
masyarakatnya dari segala hal
yang buruk, terlebih itu keselamatan dunia akhirat. Amiin...
Desaku merupakan sebuah desa dengan penduduk mayoritas masyarakat transmigrasi dari Pulau
Jawa. Perkembangan Islamnya memang belumlah seperti
daerah-daerah di seberang sana. Masih banyak orang awam yang belum mengerti
betul tentang Islam, orang-orang jahat dan kurang beres otaknya pun masih saja
ada, ditambah lagi dengan jalan dan
segala fasilitas yang minim. Namun aku yakin suatu saat Islam akan tumbuh subur
di sini, orang-orang baik pun akan semakin banyak, dan jalan-jalan serta semua
kebutuhan pokok aman terkendali. Hehehe.
Memang masih menjadi pe-er bersama supaya desaku benar-benar
menjadi desa “Darussalam”. Terlebih aku dan teman-teman yang saat ini jauh dari kampung halaman, merantau ke negeri seberang yang mesti setahun sekali pulang. Itu pun
hanya pada saat lebaran. Yah, semoga saja selalu diberi kelancaran apa yang
dicita-citakan dan diharapkan. Menjadi manusia berguna bagi peradaban. Ah,
sungguh meyakinkan memang.
Oke, aku
bermaksud untuk sedikit bercerita selama aku pulang saat lebaran. Hehehe...
boleh kan? Aku terakhir pulang dua tahun lalu saat lebaran Idul Fitri, melihat
kondisi kondisi kampung halaman serta handai taulan. Kini, aku telah berada di
rumah lagi. Menikmati liburan sambil makan jajan lebaran. Hehehe...
Inilah
kisahnya....
Di sini berbeda
dengan di Jogja tempatku selama ini berada. Di Jogja apapun ada, sedangkan di
sini harus usaha. Tapi memang begitulah adanya. Namun aku kan selalu merindu
tatkala sudah di Jogja sana.
Di sini juga
berbeda dengan di Jogja. Tak ada supermarket ataupun minimarket di pinggir
jalan seperti di sana. Terlebih bioskop yang selalu tersedia kapan saja. Tetapi
orang-orang di sini selalu terlihat bahagia. Meskipun sepertinya juga merana.
Hahaha..
Bedanya di sini
dengan di Jogja, tak ada pasar yang setiap hari sayur mayur segar terjejer
rapi. Harus menunggu Hari Kamis pagi jika di desaku atau Hari Minggu di desa
tetangga. Dengan jalan berlubang mengangga dan siap menjatuhkan siapa saja. Namun
aku selalu berdoa semoga kebutuhan pokok selalu tecukupi dan tersedia.
Lagi, beda di
sini dengan Jogja yaitu tentang pembangunan. Jika di Jogja pembangunan sudah
biasa dan sangat mudah terlaksana. Di sini, mungkin harus menunggu dan bersabar
dengan disertai kesungguhan berusaha. Janji-janji pemerintah saat kampanye
sudah sangat biasa. Sedikit membuat kecewa siapa saja. Ah, mungkin saja.
Lagi-lagi ini
yang berbeda. Di Jogja bisa makan bakso dan mi ayam ataupun sate kapan saja.
Meski syaratnya ada uang. Hehhee. Jika di sini meski ada uang, tak mesti setiap
hari ada harapan menikmati kuliner khas Indonesia. Harus menunggu saat gajian
ataupun pergi ke desa tetangga. Hahaha..
itu sudah biasa. Tak usah terlalu dirasa.
Mengeluh itu kurang bijaksana. Berusaha dan selalu berdoa adalah
jalannya. Kerja keras serta iringan do’a adalah segalanya. Mari berdoa, semoga
Bina Karya senantiasa dalam lindunganNya. Cita-cita menjadi Darussalam tercapai
tercapai dan terlaksana. Tentu dengan tekad yang kuat untuk berubah, menuju
jalan yang diridhoiNya. Menaklukkan rintangan jalan berlobang serta semua yang
buas memangsa siapa saja.
Terima kasih atas
perhatiannya.
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda ...