Rumah, tempat ternyaman dari
tempat manapun. Juga tempat teraman dari apapun. Bahkan sampai kapanpun. Meski sederhana, namun tak ada
yang bisa menyamai kenyamanan sebuah rumah. Selama penghuni rumah sakinah,
mawaddah wa rahmah semua akan menjadi indah. Rumahku, surgaku. Baitiy,
jannatiy.
Keluarga, bagiku adalah segalanya. Kebahagiaan
mereka adalah isi dalam surga itu sendiri. Segala gelak tawa gembira,
bahkan kesedihan adalah warna yang menghiasi surga rumah tangga. Canda tawa dan
bahkan cerita sedih adalah pelangi tersendiri bagi keluarga sederhana nan bahagia.
Ibu, bagiku adalah dosen segala
mata kuliah. Apa saja bisa. Dosen pertama dalam hidupku. Guru utama dalam
madrasah kehidupan. Mulai mata kuliah komunikasi, ekonomi, sosial, budaya, politik,
kesehatan, tata boga, akuntasi, manajemen keuangan, hingga ilmu kedokteran
semua ada pada beliau. Meskipun tak sehebat para dosen di kampus, tetap saja beliau
yang mampu mengantar anak-anaknya hingga menjadi seperti saat ini. Bahkan
hingga masa mendatang. Tak cukup ucapan sejuta terima kasih semata. Tak hanya
dengan doa setiap selesai shalat lima waktu. Pun tak kan mampu membalas
semuanya. Itu ibu.
Bapak, begitulah
kami memanggilnya. Bagiku adalah guru terbaik. Pengalaman dan pengamalan baik
yang pernah ia alami tentu sangat pantas untuk diserap. Banyak hal-hal bijak
yang beliau ajarkan pada anak-anaknya. Keikhlasan, kesabaran, kedermawanan,
kasih sayang, kesholehan, tanggung jawab, kerja keras, keuletan, kejujuran, dan
lain sebagainya. Ilmu dan pengalaman beliau sudah sangat cukup untuk bekal
anak-anaknya di kemudian hari. Sebuah pondasi penting bagi anak-anaknya kelak.
Doaku, semoga dapat mewarisi segala hal yang baik-baik dari beliau.
Adik-adikku, mereka
adalah spirit dan warna-warna lain pada indahnya pelangi bagi seisi rumah. Bahkan setiap langkah kehidupanku. Mereka
pula yang menjadi alasan bagiku sebagai anak sulung untuk selalu menjadi contoh
baik dan teladan bagi mereka. Tiga orang adik saja bagiku sudah cukup. Cukup
menjadi hiburan dan pelajaran berharga. Tugas untuk mengajari, membimbing dan menyayangi mereka. Berat memang, rasanya.
Keluarga
besar, bagiku adalah kekuatan besar. Satu alasan untuk dapat
bersilaturrahim dan mengenal daerah-daerah jauh mereka. Di Pulau Sumatera dan
Jawa. Sumatera Selatan, Jambi, Medan, Probolinggo, Malang, Cilacap adalah
daerah-daerah yang pernah aku injak tanahnya. Jambi adalah pusatnya, karena di
sanalah kakek dan nenek berada. Kakek dan nenek dari cucu-cunya yang sudah
dibawa sebagian besar para menantunya. Hehe.
Di sanalah, para
keluarga besarku berada. Saudara-saudara bapak dan ibu. Jejak-jejak kehidupan
yang pernah kedua orang tuaku jalani. Mohon maaf dan sudah dimaklumi bersama,
bahwa tahun ini tak ada acara mudik dan berkumpul bersama keluarga besar
seperti tahun-tahun sebelumnya. Semua karena rencana Tuhan berbeda dan tak di
sangka-sangka. Bahkan mungkin semua keluarga besar se Indonesia dan dunia.
Guru di Kampung, mereka adalah pahlawan ilmu tanpa
banyak tanda jasa. Mereka rela memberikan ilmu mereka dengan sabar dan ikhlas meski
seadanya. Mengajarkan hijaiyyah alif hingga ya’ dengan penuh sahaja bagi guru
agama. Juga huruf A hingga Z di bangku sekolah dasarnya. Meski tak seterkenal
mereka para kiai dan ustad maupun dosen di luar sana, mereka tetaplah guru
hebat dan luar biasa bagiku. Guru kampung lintas generasi yang mengajarkan
siapa saja. Berkat merekalah kita semua mengenal dunia. Dengan lantaran
hijaiyyah alif hingga ya’ terangkai hingga kemudian mempelajari tafsir dan
kitab-kitab kuning pesantren di Jawa. Juga ajaran huruf A hingga Z yang yang
membawa kita lulus sarjana. Terima kasih, para guru.
Sudah, mungkin
cukup itu saja. Salam dari
sang jejak, yang tak pernah lelah mencari
Bina
Karya, 31 Mei 2020 / 08 Syawal 1441
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda ...