BREAKING

Selasa, 11 Agustus 2020

Menjalankan Fiqh Secara Praktis dan Dinamis

 


 

             Dalam sebuah kaidah ushul fiqih dikatakan Almasyaqqatu tajlibut taisiraSuatu kesulitan atau kesempitan akan menarik kemudahan.” Kaidah ini dapat pula terapkan di tengah pandemi saat ini. Bahwasanya dalam beribadah di tengah wabah saat ini setiap muslim harus bisa menyesuaikan dengan protokol kesehatan yang sudah dibuat. Dalam hal ini merupakan aturan pemerintah atau ulil amri. Di samping itu, umat Islam pun harus tetap melaksanakan kewajiban syari’at yang berbenturan dengan pandemi saat ini.

Karena inilah kemudian ulama menjadi rujukan masyarakat agar memberikan pedoman atau lebih tepatnya petunjuk dalam beribadah, khususnya pada bulan Ramadhan tahun ini. Pasalnya, para ahli kesehatan dalam upaya memutus rantai penyebaran virus memberikan aturan atau protokol kesehatan seperti dengan tidak boleh berkerumunan, bersalaman serta kontak fisik dengan orang lain. Inilah kemudian berakibat dengan tata cara ibadah umat Islam secara normal termasuk pendirian shalat Jum’at misalnya. Seperti diketahui bahwa pendirian shalat Jum’at menurut madzhab Syafi’i minimal adalah 40 orang dewasa serta mustauthin (menetap).

            Hal inilah kemudian membuat ulama agar memberikan solusi dari permasalahan yang ada. Melihat situasi pandemi yang kian menjadi namun ibadah juga merupakan sesuatu yang mutlaq dilaksanakan selaku umat beragama, khususnya umat Islam. Apalagi kewajiban shalat wajib yang hukumnya fardlu ‘Ain. Bahkan selama nyawa masih melekat di badan, kewajiban syari’at berupa shalat ini harus tetap dilakukan.

Dengan melihat literatur serta mempertimbangkan berbagai hal, kemudian menghasilkanlah rumusan fiqih yang dapat meringankan umat dan lebih solutif. Pendirian shalat Jum’at di suatu daerah pun akhirnya sesuai dengan kondisi masing-masing daerah tersebut. Jika suatu daerah masih dianggap aman dan belum ada warganya yang masuk kriteria ODP, maka pendirian shalat Jum’at pun diperbolehkan. Namun sebaliknya, jika sudah masuk dalam kriteria zona merah dan berpotensi berbahaya, maka shalat Jum’at pun ditiadakan.

            Meskipun diperbolehkan, namun dalam pelaksanaannya shalat Jum’at pun mesti mematuhi prtokol kesehatan semisal dengan jarak minimal satu meter, tidak perlu jabat tangan dan memakai masker dan sebagainya. Begitulah, selain harus mematuhi kebijakan pemerintah atau ulil amri, juga harus meminta petunjuk kepada para ahli agama atau ulama. Sesuai dengan sabda Nabi SAW, “Ikutilah para Ulama. Sesungguhnya mereka adalah pelita dunia dan penerang akhirat.” Demikian Rasulullah bersabda, saking pentingnya ulama sebagai panutan dan cahaya umat. Terutama dalam urusan akhirat atau ibadah kepada Allah.

            Saat ini, kita sebagai mukmin sedang menjalankan salah satu kewajiban agama yang berupa puasa Ramadhan sebulan penuh. Selain menjalankan kewajiban berupa puasa, di dalam bulan Ramadhan pun banyak ibadah sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan. Seperti shalat tarawih, memperbanyak membaca Al-Qur’an, sedekah, dan lain sebagainya. Namun dalam pelaksanaannya dikarenakan bertepatan pula dengan pandemic ini, sehingga kegiatan pun tidak berjalan seperti tahun-tahun sebelumnya. Apalagi yang melibatkan banyak orang seperti shalat Tarawih berjamaah.

            Ibadah-ibadah yang melibatkan banyak orang pun dilarang. Sehingga kemudian pemerintah menganjurkan shalat Tarawih dan tadarus dilakukan di rumah saja. Bahkan di beberapa daerah sudah menerapkan aturan dan sanksi yang jelas bagi warganya yang melanggar. Karena memang menjaga keselamatan jiwa (hifdzun nafsi) merupakan kewajiban, selain juga menjalankan ibadah. Itulah salah satu tujuan dari adanya syari’at (Maqashidus Syari’ah).

Berat memang, menjalankan ibadah yang biasanya dilakukan berjamaah dan lebih semangat, sekarang menjadi sepi dan akhirnya kurang bersemangat. Namun yang terpenting adalah bagaimana kita dapat menjaga keistiqomahannya, meskipun sedikit. Karena sebuah hadits pun dikatakan, “Amal yang dicintai oleh Allah swt adalah amal yang dilakukan dengan terus menerus sekalipun sedikit.” (H.R Bukhari Muslim). Maka, fiqih di tangan para ulama yang tidak ekstrem (baca; kaku) dan tidak selalu hanya mengedepankan tekstualitas, akan cenderung praktis dan dinamis sesuai keadaan. Seperti halnya kondisi saat ini.

Tidak masalah jika memang harus menjalankan shalat tarawih dan tadarus di rumah saja. Menjalankan ibadah bersama keluarga, tadarus sendiri dan banyak hal dilakukan sendiri maupun berjamaah di rumah. Ini semua dapat kita ambil hikmah dan kemudian mensyukurinya. Karena sangat jarang kita bisa berkumpul keluarga saat bulan Ramadhan. Seringnya berkumpul dengan keluarga adalah ketika lebaran. Itupun hanya beberapa hari saja. Setelah itu kembali ke perantauan untuk rutinitas kerja, sekolah dan sebagainya. Waktu bersama keluarga pun hanya sebentar.

            Sehingga kesimpulannya adalah bahwa umat Islam seharusnya tetap bersyukur dengan segala keadaan yang sedang melanda, termasuk saat ini. Ketika pandemi sedang merajalela. Berat memang, bersyukur dalam keadaan yang menghimpit dan di saat sulit. Namun sebagai seorang mukmin sejati, sikap untuk selalu bersyukur haruslah menjadi pegangan hidup. Karena sudah jelas disebutkan di dalam Al-Qur’an,

وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ ٧

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Q.S Ibrahim ayat 7)

            Selain bersyukur dalam setiap keadaan, manusia pun diperintahkan untuk berikhtiar dan agar senantiasa bisa beribadah kepadaNya. Dalam masa-masa pandemi inilah kemudian diperlukan petunjuk para ulama dalam menjalankan ibadah. Bahkan tak hanya itu, ulama pun hendaknya bisa memberikan kesejukan dan ketenangan dalam menghadapi pandemi. Sehingga apabila warga Muslim ingin selamat dan tenang hatinya maka hendaknya tetap dekat dengan para ulama.

            Sudah banyak doa dan amalan yang bersumber dari Al-Qur’an, hadits, maupun kitab ulama terdahulu disampaikan para ulama kepada kita. Sehingga selain berikhtiar secara dhohir, umat Islam juga danjurkan untuk berikhtiar secara bathin atau berdoa. Dengan demikian, sudah sempurnalah ikhtiar kita dalam menghadapi pandemi ini. Setelah ikhtiar dilakukan, selanjutnya serahkan semuanya kepada Allah (tawakkal). Sebagaimana firman Allah SWT :

وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا ٣

“Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”Semoga pandemi ini segera berakhir dan semua aktifitas berjalan normal seperti sedia kala. Amiin.

 

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda ...

 
Copyright © 2013 PUJAKESUMA BLOGGER
Design by FBTemplates | BTT