Pada zaman dahulu tersebutlah seorang
yang bernama Abul Hasan. Ia pergi haji ke Baitul Haram dan ia melihat sebuah
keajaiban. Sewaktu tawaf, dia tiba-tiba
melihat seorang wanita dengan wajah bersinar dan berseri-seri. Dengan
kagum ia memuji, “Demi Allah saya belum pernah melihat wanita secantik dan
secerah wanita ini, pasti tidak lain ia tidak pernah risau dan susah.”
Rupanya
wanita tersebut mendengar ucapan Abul Hasan, dan lantas ia bertanya, “Apa
katamu, wahai saudaraku? Demi Allah aku tetap terbelenggu oleh perasaan duka
cita dan luka hati yang mendalam karena risau”.
Abul Hasan heran, “Lalu
apa yang membuatmu risau, saudaraku?”
Wanita itupun menjawab,
“Suatu ketika suamiku menyembelih kambing qurban dan kala itu aku mempunyai dua
orang anak.”
Saat aku bangun untuk
membuat makanan, tiba-tiba anakku yang besar berkata, “Hai Dik, maukah kamu
saya tunjukkan bagaimana cara ayah menyembelih kambing?” “Baiklah jika begitu,”
Jawab adiknya,
Lalu disuruhlah adiknya
tadi berbaring dan disembelihlah leher sang adik hingga meninggal. Setelah
melihat darah bercucuran, ia disergap perasaan takut yang hebat sehingga
larilah ia ke pucuk bukit dan bersembunyi, tetapi ia di sana malah dimakan
srigala. Lalu ayahnya mencarinya dengan menyusul ke bukit. Setelah sekian lama
mencari-cari anaknya yang tak kunjung ditemukan, akhirnya ia pun mati karena
kelelahan dan kehausan.
Lalu Abul Hasan berkata,
“Bagaimana kesabaranmu menghadapi semua musibah yang sangat hebat itu?”
Wanita itu menjawab,
“Tiada seorang pun yang dapat membedakan antara sabar dan mengeluh, melainkan
ia menemukan di antaranya ada jalan yang berbeda. Adapun sabar dengan
memperbaiki yang lahir, maka hal itu baik dan lebih terpuji akibatnya, Dan
adapun mengeluh, maka seseorang tidak mendapatkan ganti kecuali hanya
kesia-siaan saja.”
(Sumber : Ihya’
‘Ulumiddin)
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda ...