BREAKING

Rabu, 19 Agustus 2020

Balasan Haji Mabrur Pada Masa Pandemi

  

“Dan haji mabrur tidak ada balasan baginya selain syurga”

(HR. Bukhari No. 1773 dan Muslim No. 1349)

Ada banyak alasan orang Islam pergi ke Tanah Haramain untuk melaksanakan Ibadah Haji. Baik alasan ukhrawi maupun duniawi. Alasan ukhrawi tentu yang didasarkan pada kewajiban agama, itupun bagi yang sudah mampu melaksanakannya. Alasan ukhrawi yaitu sesuai pada banyak keterangan dalam hadits dan Al-Qur’an. Sedangkan alasan duniawi mungkin saja untuk menambah titel di depan nama atau mendapat status sosial yang lebih tinggi di lingkungan masyarakatnya. Wallahu A’lam. Hanya Tuhan lah yang lebih mengetahui hati manusia.

            Ibadah haji yang diwajibkan bagi orang Islam dan dilaksanakan setahun sekali merupakan sebuah keistimewaan tersendiri. Pasalnya tidak mudah dan tidak murah untuk bisa mencapai tanah suci dan kemudian melaksanakan perintah agama rukun terakhir ini. Biaya yang harus dikeluarkan pun tak sedikit. Juga kondisi fisik pun harus fit dan siap karena ibadah haji adalah ibadah yang lebih banyak menggunakan tenaga ekstra. Rukun ibadah yang berupa fisik seperti sa’i, melempar jumroh, wukuf, mabit, tahallul dan lainnya. Sebagian besar rukun haji adalah menggunakan fisik. Inilah yang memberatkan bagi para orang tua yang berusia lanjut.

            Haji merupakan sebuah kewajiban yang tentunya tidak memaksakan semua umat Islam. Namun dari segi kemampuan juga dipertimbangkan. Inilah yang kemudian dalam ketentuan haji adalah bagi orang yang mampu. Baik dari fisik maupun biaya. Namun ada juga yang mampu keduanya, namun tidak ada niat untuk melaksanakannya. Banyak alasan memang. Mungkin karena sayang terhadap harta bendanya atau hal lainnya. Inilah yang dimaksud dari ‘panggilan ilahi’. Karena panggilan ilahi sendiri berhubungan dengan hati dan hidayah kepada seseorang. Bisa juga dikarenakan hal lain yang lebih rumit seperti kesibukan hidup atau pekerjaan.

            Kebijakan Ibadah Haji Karena Pandemi

            Kegalauan dan kegelisahan mungkin menyelimuti para calon jamaah haji yang akan berangkat di bulan Dzulhijjah tahun ini. Sebagaimana yang telah dimaklumi bersama bahwa dikarenakan pandemi yang melanda dunia, keputusan dari Kementerian Agama di berbagai  negara melarang adanya haji tahun ini. Semua itu demi memutus rantai penularan virus. Terlebih di Haramain adalah tempat bertemunya para jamaah haji dari berbagai belahan dunia. Berjuta-juta orang datang berjubel dan berkerumun. Sehingga dari segi kesehatan potensi penularannya pun lebih tinggi.

            Lalu bagaimana dengan nasib 221 ribu lebih calon jamaah haji Indonesia yang gagal berangkat tahun ini? Karena pemerintah Indonesia secara resmi telah mengumumkan kebijakan ini pada Selasa, 2 Juni 2020 lalu. Bahkan tak hanya Indonesia, calon jamaah haji dari berbagai negara pun mungkin demikian. Apakah calon jamaah haji yang gagal berangkat itu tetap memperoleh titel haji mabrur?

            Nilai dalam Ibadah Haji

            Haji sendiri merupakan ibadah yang sarat akan simbol-simbol dalam ritualnya. Filosofi atau makna dalam berhaji sendiri tidak jauh dengan apa yang menjadi kisah Nabi Ibrahim alaihis salaam. Praktek ibadah haji merupakan manifestasi kehidupan Nabi Ibrahim bersama istrinya Siti Hajar serta putranya Nabi Ismail di Makkah. Seperti misalnya Sa’i merupakan lari-lari kecil Siti Hajar untuk menemukan air dari Bukit Safa dan Marwah. Kemudian melempar Jumroh adalah peristiwa ketika Iblis menggoda Nabi Ibrahim tatkala akan menyembelih putranya sesuai dengan perintah Allah. Iblis menggoda supaya perintah dari Allah tersebut tidak dilaksanakannya. Sehingga sesuai perintah Allah, Nabi Ibrahim melempari Iblis tersebut dengan batu.

            Dalam sebuah hadits Hasan, Syaikh Muhammad Nashiruddin Albani menjelaskan bahwa ciri haji mabrur sendiri ada tiga yang semuanya mengandung pesan sosial bagi sesama. Suatu ketika Nabi Muhammad SAW ditanya tentang kebaikan (Albirru) dalam haji. Beliau menjawab, ith’amut tha’aam (memberi makan), ifsya’us salaam (menebarkan kedamaian) dan thayyibul kalaam (bagusnya perkataan). Pada intinya manusia harus berbuat baik dan bermanfaat bagi sesama. Inilah yang kemudian sebagai para calon jamaah haji yang gagal berangkat tahun ini dapat mengambil makna dalam ibadah haji.

            Sehingga apabila nila-nilai kebaikan (albirru) dalam haji tersebut dapat diemplementasikan dengan memberi makan (ith’amut tha’aam) atau bisa juga pada sektor kesehatan dengan memberikan APD bagi relawan yang menangani pasien di rumah sakit. Sehingga kemudian akan muncul Ifsya’us salaam (menebarkan kedamaian atau keselamatan). Terakhir, thayyibul kalaam (bagusnya perkataan) berarti juga dengan tidak menyebar informasi bohong atau hoax di media sosial.

Kisah Haji Mabrur Karena Berderma

Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa pada intinya ada seseorang yang gagal berangkat haji karena ongkosnya diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan. Namun karena yang dilakukan itu, ia justru menjadi haji mabrur. Bahkan dikarenakan doa orang tersebut, jamaah haji yang lain ikut menjadi haji mabrur pula. Orang tersebut bernama Muwaffaq yang tinggal di Damaskus. Ia hanyalah seorang pedagang sepatu yang mengumpulkan biaya haji selama kurang lebih 40 tahun. Kisah ini diceritakan langsung oleh Muwaffaq kepada Abdullah bin Mubarrak (118-181 H/726-797 M), seorang ulama Marwaz, Khurasan yang mendambakan dua hal dalam ibadah yakni haji dan jihad.

            Di masa pandemi seperti ini, harapan menjadi mabrur bagi para calon jamaah haji bisa saja terwujud jika kita melihat kisah Muwaffaq di atas. Mendapat predikat haji mabrur meski tak jadi berangkat ke tanah suci lantaran lebih mementingkan orang lain yang kelaparan dan kesusahan. Di masa pandemi seperti ini tentu banyak juga orang-orang yang merasa kesusahan dan kesulitan ekonomi. Terutama mereka yang berpenghasilan pas-pasan dan bergantung pada gaji harian. Dampak pandemi ini bahkan dirasakan kalangan menengah ke atas. Apalagi kaum bawah yang ketika hari-hari biasa saja penghasilan mereka sangat minim dan kekurangan.

            Maka dari itu, bagi para calon jamaah haji hendaknya bisa mengambil hikmah akan adanya pandemi seperti ini. Meski belum bisa berangkat tahun ini, alangkah lebih baiknya harta yang ada digunakan untuk menolong sesama di sekitar lingkungan tempat tinggal. Terutama bagi mereka  yang terdampak dan semakin terhimpit masalah ekonomi. Karena jika dilihat dari segi katanya, Mabrur adalah isim maf’ul (objek) dari akar kata albirru yang berarti ‘kebaikan’ sehingga alhajjul mabruru dapat diartikan dengan ‘haji yang diberi kebaikan’. Semoga dengan mengambil semangat kemabruran ini, kita semua mendapat pahala mabrur sebelum atau tanpa haji. Wallahu A’lam.

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda ...

 
Copyright © 2013 PUJAKESUMA BLOGGER
Design by FBTemplates | BTT