Refleksi
Pembelajaran dari Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim
Kelas
Jurumiyyah Putra
Tahun 2015
Assalamu’alaikum Warohmatullohi
Wabarokaatuh...
Bismillahirrahmanirrahim...
Segala
puji bagi Allah Swt dzat yang tak pernah tidur dan tak pernah lupa untuk
mengurusi hambanNya setiap detik di seluruh jagad raya ini.
Sholawat serta salam semoga
selalu tercurah ke haribaan Nabi Agung Muhammad Saw, Nabi penuh kasih dan
sayang terhadap ummatnya. Semoga kita termasuk ummat yang dikasihi dan
disayangi serta mendapat limpahan syafaat di Yaumil Akhir nanti. Amiin.
Setiap detik dan setiap saat dalam kehidupan di alam
semesta ini selalu dipenuhi dengan berbagai godaan syetan yang menggoda. Di
mana-mana makhluk Allah yang bernama “Syetan” ini selalu berupaya untuk
membujuk dan mengajak musuhnya (manusia) agar terjerumus ke dalam jurang
kemaksiatan dan kedholiman. Sehingga tak sedikit manusia yang telah masuk ke
dalam perangkapnya.
Manusia yang terjerumus masuk ke dalam jurang kemaksiatan
dan kegelapan yang telah diciptakan syetan itu karena mereka tidak memiliki
ilmu dan keimanan yang mudah digoyahkan. Serta tameng ketaqwaan yang kurang
ampuh untuk melindungi iman dalam diri. Salah satu dari penyebabnya karena
mereka tidak berilmu dan tidak mengamalkan ajaran yang telah diberikan Allah
dan RosulNya melalui Al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi sebagai pedoman.
Dalam mencari dan supaya dimudahkan jalannya haruslah
mengetahui cara-cara yang tepat dan semestinya dilakukan oleh seorang “Tholib",
sebagai seorang “pencari”. Maka sebagai seorang pencari itu harus
pandai-pandai dalam menemukan apa yang ia cari, yakni ilmu. Ketika sudah
menemukannya pun ia harus paham bagaimana ia akan menggunakan temuan dan hasil
pencariannya itu. Ilmu yang bermanfaat dan diamalkan kepada orang lain.
Sehingga dalam perjalanan dan berproses mencari ilmu itu
diperlukan pula petunjuk atau pedoman agar dimudahkan olehNya. Petunjuk dan
pedoman itu terdapat dalam sebuah kitab yang bernama Adabul ‘Alim Wal
Muta’allim, karya Hadrotus Syaikh Hasyim Asy’ari. Di dalam kitab ini
menjelaskan bagaimana ada-adab yang semestinya dilakukan seorang pencari ilmu
itu.
Saya sebagai seorang santri yang juga seorang mahasiswa, yang mana kedua status tadi pun sama-sama dinamakan sebagai seorang pencari ilmu. Hanya saja tempatnya berbeda. Di pesantren dan di universitas. Namun tidak menutup kemungkinan dan tidak membatasi untuk mempelajari etika atau adab yang ada dalam kitab Adabul ‘Alim Wal Muta’allim ini.
Saya sebagai seorang santri yang juga seorang mahasiswa, yang mana kedua status tadi pun sama-sama dinamakan sebagai seorang pencari ilmu. Hanya saja tempatnya berbeda. Di pesantren dan di universitas. Namun tidak menutup kemungkinan dan tidak membatasi untuk mempelajari etika atau adab yang ada dalam kitab Adabul ‘Alim Wal Muta’allim ini.
Dalam bab
awal dijelaskan bahwasanya mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap mukmin
laki-laki maupun perempuan. Ilmu yang dimaksudkan di sini adalah ilmu yang
berkenaan dengan akherat, namun tak melulu harus mempelajari ilmu agama saja,
tetapi yang terpenting bagaimana semuanya dapat diniatkan dan aiarahkan kepada
hal-hal keakheratan. Diniatkan untuk ibadah.
Dari
sinilah mengapa saya selain nyantri dan juga kuliah di sebuah
universitas islam. Dengan nyantri pergaulan lebih terjaga, adab dan
etika juga masih diutanakan bila dibandingkan jika dahulu saya memutuskan untuk
tinggal di kos-kosan. Mungkin pergaulan saya tak seperti sekarang yang di
pesantren.
Pada bab
kedua diterangkan tentang adab seorang santri terhadap dirinya sendiri,
bagaimana niat mencari ilmu yang benar, bagaimana menata hati, dan lain-lain.
Saya pun selalu berusaha untuk menata hati agar yang saya niatkan dari rumah di
pondok dan kuliah di kampus dapat selalu di jalan yang benar.
Jika benar-benar
dari rumah meminta izin kepada orang tua untuk menimba ilmu, saya juga harus
menepati janji saya, tidak berbelok arah ataupun dengan niatan yang lainnya,
misal berpacaran atau malah menghambur-hamburkan biaya saja. Saya akan selalu
berusaha untuk itu, meskipun terkadang dalam hati selalu dipenuhi godaan-godaan
untuk melakukan hal-hal yang kurang sesuai sebagai seorang santri dan sebagai
seorang mahasiswa yang belajar di universitas islam yang berada di kota besar dan
penuh dengan fasilitas seperti Yogyakarta ini. Tetapi saya akan berusaha
semaksimal mungkin untuk dapat mengamalkan apa yang telah diajarkan oleh ustadz
di pondok dalam kitab Akhlak (Adabul ‘Alim Wal Muta’allim).
Kemudian
tak lupa juga ketika sudah mendapatkan ilmu, sudah dapat berbicara di depan
umum untuk mengamalkan apa yang telah diperolehnya itu. Saya pun selalu
berusaha untuk menerapkan dalam kehidupan saya. Saya selalu mencoba
mempraktekkan apa yang telah saya dapatkan di kampus dan di pesantren. Selalu
berdiskusi dan mengajak teman untuk belajar dan mengajari tentang suatu ilmu.
Dengan demikian ilmu yang sudah diperoleh tak akan cepat lupa dan akan
bermanfaat bila disebarluaskan.
Kemudian pada bab ketiga dijelaskan mengenai adabnya
seorang murid atau santri terhadap gurunya. Saya merefleksikannya dengan selalu
hormat dan patuh terhadap perintah yang diberikan guru kepada saya, selalu
berusaha untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru, tidak membuat kecewa
beliau-beliau, dan senantiasa menjaga nama baik guru. Banyak murid yang pandai
namun jika ia tak mengahrgai dan menghormati kedudukan seorang guru, maka
jangan harap ilmunya akan bermanfaat di kemudian hari. Dari sinilah mengapa
saya selalu berusaha menjaga adab kepada guru-guru. Baik guru yang mengajar di
pondok (ustadz) maupun di kampus (dosen). Karena sejatinya guru adalah mereka
yang telah mentransfer ilmunya kepada saya. Meskipun juga terkadang saya kurang
memperhatikan atau terkadang lupa. Terutama ketika berada di kampus.
Selanjutnya sebagai seorang santri sekaligus sebagai
seorang mahasiswa juga harus senantiasa memiliki rasa kasih sayang terhadap
sesama teman. Bisa teman di kampus maupun di pesantren. Saya juga berusaha
demikian, dengan memperhatikan teman-teman dan membantu kesusahan mereka saya
yakin Allah pun akan memudahkan urusan dan memberikan jalan keluar bagi
masalah-masalah saya juga.
Sedikit banyak yang bisa saya petik dari pembelajaran
kitab Adabul ‘alim Wal Muta’allim ini, begitu pula dari seorang Ustadz Huda
yang mengajarkannya. Tentang kerja keras, adab, kedisiplinan, dan ketekunan
dari sosok beliau. Sebenarnya masih banyak mutiara-mutiara yang belum dapat
saya selami dari beliau, dan semoga beliau diberi kesabaran dan kemudahan dalam
hidup ini, diberi panjang umur untuk selalu membimbing para murid-muridnya
menjadi seorang santri sejati yang taat dan beriman kepadaNya. Amiiin.
Sekian refleksi yang dapat saya tuliskan, semoga dapat
diambil secuil hikmah yang terkandung di dalamnya, wajar saja bila ada
kurangnya karena memang saya masih banyak kekurangannya, jika ada kelebihan
atau terlalu melebih-lebihkan silahkan pembaca untuk mengurangi dengan kadar
yang semestinya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Oleh :
Charismanto,
Santri kelas
Jurumiyyah
Pondok
Pesantren Al Luqmaniyyah
Yogyakarta
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda ...