BREAKING

Senin, 21 Maret 2016

Buah Manis Pengabdian Santri Ndalem*

Saking lelahnya, Ridho tertidur kembali. Lima belas menit kemudian ia terbangun. Jarum jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh menit. Ia hampir lupa jika hari senin ada jadwal kuliah jam tujuh tepat. Secepat kilat ia menyambar handuk yang sudah ia siapkan tadi. Setelah mandi, berdandan seadanya lalu ia menuju parkiran dan mengayuh sepeda tua pemberian pamannya dari kampung. Dengan sepeda itulah ia menuju kampus. Jarak dari pondok menuju kampus sekitar 4 km, bila ditempuh menggunakan sepeda biasanya sekitar lima belas menit. Memang tak terlalu jauh. Namun kondisi jalanan yang biasanya macet membuat perjalanan sedikit terganggu.

Ridho nyantri di salah satu pondok pesantren salaf yang mayoritas santrinya adalah mahasiswa dan ia juga kuliah di sebuah universitas Islam tak jauh dari pondok dengan jurusannya, Ilmu Dakwah. Ia telah 6 tahun mukim di Ponpes Al Ikhlas. Semenjak masih MTs hingga kini sudah kuliah semester enam. Sebentar lagi ia akan mengerjakan tugas akhir. Ia anak yang rajin, pandai, sholeh dan sangat patuh kepada kyainya, Abah Karim, begitulah para santri memanggilnya.
Sementara untuk biaya kuliah dan makan di pondok ia ikut abah dengan membantu pekerjaan di ndalem. Karena kedua orang tuanya sudah tiada dan keadaan ekonomi keluarga yang kurang mampu. Hingga akhirnya Abah Karim, pengasuh Ponpes Al Ikhlas pun simpati dan menganggapnya seperti anak sendiri bahkan ia disekolahkan dari MTs sampai kuliah sekarang. Begitu mulianya beliau. Santri Ndalem  sekaligus mahasiswa. Itulah statusnya saat ini.
Semua pekerjaan ia lakukan, mulai dari menyapu halaman ndalem, mengepel lantai, memasak nasi untuk semua santri, memijat abah, hingga urusan sepele seperti menemani Ning Fatimah, putri semata wayang beliau yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak.
***
Sesampainya di depan pintu kelas ...
Tok tok tok... Ridho mengetuk pintu dari luar.
“Assalamu’alaikum...”, Ridho mengucapkan salam.
“Wa’alaikum salam...”, jawab suara ramah yang tak biasanya ia dengar pada hari senin pagi di depan kelas. Ridho melihat ke arah suara itu. Ternyata Dia. Namanya Khumaira, teman seangkatannya yang dipercaya oleh dosen untuk menggantikan mengajar mata kuliah Hadits Dakwah hari ini. Ia mahasiswa yang cerdas, sehingga ia sering dipercaya untuk menggantikan dosen yang sedang berhalangan hadir mengajar di kelas. Diam-diam Ridho mengaguminya. Begitu pula Khumaira. Namun keduanya tak saling menampakkan perasaan terebut.
“Alhamdulillah...”, dalam batinnya.
Ia lalu duduk dan mengikuti perkuliahan dengan lega hingga selesai.
***
Langit malam dengan bintangnya yang gemerlapan kembali menyapa para santri-santri Ponpes Al Ikhlas. Malam itu, setelah mengaji Ridho biasa dipanggil Abah ke ndalem. Namun tak seperti biasanya, ia tak diminta untuk memijati beliau. Malam itu ia hanya diminta duduk di samping Abah. Setelah meletakkan minuman dan cemilan, ia duduk disamping keduanya.
Tanpa sengaja ia ikut mendengarkan obrolan beliau dengan tamunya itu. Tamu beliau adalah Kyai Sya’roni dari Jombang. Jarang-jarang Kyai Sya’roni berkunjung ke ndalem. Beliau terakhir ke sini sekitar lima bulan yang lalu saat pondok mengadakan haflah (khataman). Beliau saat itu diundang untuk melantunkan ayat suci Al Qur’an. Ridho mengagumi akan keilmuan beliau. Apalagi saat beliau melantunkan ayat-ayat suci Al Qur’an. Rasanya tenang dan damai ketika mendengar lantunan ayat suci yang beliau lantunkan.
“Kang...”, begitulah panggilan akrab Kyai Sya’roni kepada Abah.
“Iya Gus..”, Abah  menyahutnya. Gus adalah panggilan abah kepada Kyai Sya’roni. Keduanya telah bersahabat semenjak masih nyantri di Jombang.
“Sebenarnya saya ke sini ingin membicarakan hal yang sangat penting..”, Kyai Sya’roni mulai membuka percakapan.
“Apa itu Gus..”, Abah menjawab dengan nada tanya.
“Njenengan kan tahu, anak perempuan saya satu-satunya kan sebentar lagi kuliahnya selesai. Begitupun dengan usianya yang sudah semakin dewasa. Sementara saya sudah tua dan pondok membutuhkan regenerasi pemimpin yang bisa menjalankan pengajian maupun kepengurusan pondok, saya berniat mencarikan jodoh untuknya dan nantinya bisa menggantikan tugas saya di pondok, kira-kira dari Njenengan ada rekomendasi ndak?”, Lanjut Kyai Sya’roni mengutarakan maksud kedatangannya. Sementara abah diam sejenak sambil berpikir.
“Mmm... Ada. Sahut abah singkat. “Ia santri yang tekun, patuh, tawadhu’, ngajinya pintar, prestasi di pondok maupun kampusnya juga bagus, dan sebentar lagi ia selesai ngajinya. InsyaAllah sudah siap jika diminta untuk menularkan ilmunya. Besok akan ajak ia bicara mengenai ini.”, Abah langsung menanggapinya dengan muka cerah sembari melihat Ridho. Tak biasanya beliau tersenyum padanya seperti itu. Ridho tak sempat untuk berpikir macam-macam.
Tak terasa tiga jam telah lewat. Kira-kira pukul tiga dini hari Kyai Sya’roni pamit pulang. Saking lelahnya, Ridho tertidur dan tak tahu kalau Abah dan Kyai Sya’roni telah beranjak pergi. Ia ditinggalkan begitu saja.

***
Mentari pagi menyapa. Menyelinap di antara ranting-ranting pohon mangga yang mulai berbuah di belakang ndalem. Ridho duduk-duduk di bawahnya dengan tangannya yang sedang memegang sebuah buku kecil, biasa disebut santri dengan nadhoman. Hari ini tak ada jadwal kuliah. Ia memilih untuk di pondok saja. Sementara mulutnya komat-kamit seperti dukun yang sedang membaca mantra. Terkadang ia mengeraskan bacaannya. Ia sedang menghafal bait-bait Alfiyyah Ibnu Malik. “Qoola Muhammadun huwabnu maliki....”, seru Ridho di belakang ndalem. Suaranya bahkan membuat kambing yang ia gembala di sampingnya mengembik.
Tiba-tiba ada suara yang memanggil, “Dho…, Ridho... Kamu dipanggil Abah tuh, disuruh ke ndalem”, teriak seseorang dari kejauhan. Ternyata suara Kang Abdul yang menghentikan hafalannya.
“Iya, sebentar kang... nanti saya nyusul”, teriak Ridho sembari menutup nadhoman yang ia bawa serta membaca doa setelah menghafal. Sementara Kang Abdul telah berlalu.
Ridho bergegas menuju ndalem. Ia sedikti terkejut, karena di ruang tamu ndalem ternyata sudah ada beberapa orang yang kelihatannya menunggu-nunggu kehadirannya. Ia tertegun sejenak  karena diantara mereka ada seorang yang ia kenal dan kagumi, Khumaira. Gadis berkilau dengan pesonanya yang selalu bersinar. Khumaira pun tak menyangka ia bertemu dengan Ridho di sini. Selama ini keduanya bahkan jarang ngobrol terlalu serius, apalagi mengenai latar belakangnya. Hanya masalah tugas atau masalah yang memang harus ngobrol berdua saja. Selebihnya hanya kata dalam diam. Senyumlah yang terkadang menyapa diantara keduanya.
“Assalamu’alaikum....”, Ridho memecah obrolan ringan di antara mereka.
“Waalaikum salam...”, jawab semua yang ada di ruang tamu itu.
Ridho kemudian duduk di lantai. Seperti biasanya.
“Eh eh... Ridho, jangan duduk di situ. Sini, di sofa saja.”, tiba-tiba Abah menyuruh Ridho duduk di sofa. Tak seperti biasanya. Sungguh aneh.
“Begini le...”, Abah memulai pembicaraan dan menarik nafas sebentar.
“Kamu akan Abah jodohkan...”, kata beliau lagi. “Apakah kamu mau dan siap??”, beliau menambahkan. Singkat dan jelas tertangkap oleh telinga Ridho.
“Ini, Nak Khumaira, putri satu-satunya Kyai Sya’roni akan aku jodohkan denganmu”, beliau mengakhiri perkataannya. Menunggu jawaban Ridho.
“Mmm...”, Ridho tak tahu akan menjawab apa. Mulutnya seakan terkunci. Rasa haru, bahagia, sungkan, dan bermacam-macam perasaan teraduk rata di dalam dadanya.
“Iya bah..., sendiko dawuh, nurut mawon”, kata-kata itulah yang akhirnya terlontar dari mulutnya.
“Khumaira, kamu piye nduk??”, Kyai Sya’roni pun bertanya pada Khumaira. Khumaira yang sedari tadi hatinya terus bergetar akhirnya menjawab.
“Saya juga sendiko dawuh romo...”, bibir manisnya berucap disertai senyuman yang  seakan-akan membuat dunia ini bertambah indah bagi Ridho.
“Alhamdulillah…..”, Abah, Ibu Nyai, Kyai Sya’roni dan Istrinya menyahut hampir bersamaan.
***
Seminggu kemudian.
Seribu bait nadhom Alfiyyah terlantun merdu di masjid Ponpes Al Ikhlas. Seribu nadhom itu mengantarkan Ridho menuju babak kehidupannya yang baru. Mengarungi samudera kehidupan dengannya, Khumaira.
*Charis

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

2 komentar:

Silahkan berikan komentar anda ...

 
Copyright © 2013 PUJAKESUMA BLOGGER
Design by FBTemplates | BTT