Pada setiap waktu mempunyai ceritanya sendiri. Di setiap tempat pun terdapat
kisah tersembunyi. Tergantung siapa dan apa yang dilakukannya. Termasuk dengan
sedikit mengenai ceritaku ini. Pada setiap tempat dan waktu yang aku lalui
tentu berbeda satu sama lainnya. Dari banyak tempat dan waktu itu, aku akan
sedikit menceritakan tentang dua tempat yang (menurutku) begitu unik dan luar
biasa. Yah, dimensi ruang itu adalah PESANTREN, sedangkan dimensi waktunya
adalah DULU dan KINI.
Pondok Pesantren Darul Qur’an Wal Irsyad (DQ) Wonosari Gunungkidul
Disinilah pertama kalinya aku memasuki dunia pesantren secara mukim.
Meskipun sebelumnya aku pernah mencicipi manisnya kehidupan pesantren kurang
lebih 2 minggu saat liburan sekolah menengah pertama di salah satu pesantren di
daerahku dulu. Angan-angan dan keinginan untuk mondok sebenarnya sudah
ada semenjak tamat sekolah dasar, tapi karena waktu itu kepala sekolah yang
mengharuskan untuk sekolah dan merintis SMP maka terpaksa lah aku menunda untuk
mondok.
Di DQ inilah aku mulai mukim secara tetap. Di mulai dari bangku sekolah
menengah atas. Di sana aku tak memiliki keluarga dan saudara. Murni merantau
seorang diri tanpa keluarga dan sanak kerabat yang ada di Jogja. Hanya keluarga
teman dari rumah lah menjadi tempatku pulang saat liburan. Selama 3 tahun kesabaran
dan keikhlasan benar-benar diuji. Rindu pada kedua orang tua, rumah dan
semuanya setiap lebaran datang pun aku rasakan. Di SMK Darul Qur’an Wonosari lah
aku bersekolah, yang juga masih berada dalam naungan pesantren.
Aku tak akan menceritakan sekolahnya. Namun lebih kepada pesantren tempat
di mana aku 24 jam beraktivitas dan bergaul dengan teman-teman. Di pesantren
ini aku diajarkan tentang kerja keras, kedisiplinan, kesederhanaaan,
ketawadukan, dan persahabatan. Yah, di DQ lah jiwa santriku mulai tumbuh. Di
sanalah aku diajarkan bagaimana menjadi seorang santri yang tiap malam harus nderes
kitab serta menjaga hafalan-hafalan sekaligus seorang pelajar yang harus rajin
belajar dan mengerjakan tugas-tugas dari sekolah.
Di DQ inilah aku mulai mengenal istilah Penjara Suci. Yah, Penjara
yang suci. Dipenjara dalam artian dikurung dengan didikan kedisiplinan dan
ketat demi tujuan suci, mencari ridho ilahi. Sepertinya begitu. Di penjara ini aku
menemukan teman-teman luar bisa dan hebat, meskipun ada juga teman yang
menjerumuskan. Beruntungnya aku mendapat teman-teman luar biasa itu.
Pondok Pesantren Al Luqmaniyyah (LQ) Yogyakarta
Begitu lulus SMK, aku memutuskan untuk turun gunung. Pindah pesantren
karena alasan pendidikan formal (kuliah). Meskipun itu bukan alasan
satu-satunya. Alasan lain yang mendasari aku memilih di pesantren ini adalah
karena jika dibandingkan pesantren mahasiswa lainnya lebih ketat dan lebih
banyak mengajinya. Di sinilah aku memilih resiko itu. Meskipun Pondok Pesantren
Al Luqmaniyyah, di sini aku diajarkan bagaimana seharusnya menjadi orang, aku
diajarkan tentang kedewasaan, kemandirian, kepedulian, kesederhanaan,
persaudaraan, kepemimpinan, tanggung jawab dan bahkan perbedaan serta
pertentangan. Tempat di mana aku dididik lebih mandiri dalam melakukan setiap
hal.
Di LQ ini lah aku diajarkan tentang tanggung jawab sebagai seorang pemimpin
dan taggung jawab. Di LQ aku diamanahi menjadi ketua kelas. Meskipun hanya
sebatas ketua kelas, bagiku merupakan suatu tantangan berat. Karena berbeda
dengan ketua kelas di sekolah dulu ketika sekolah. Dengan banyaknya orang-orang
(sudah bukan anak-anak lagi) serta begitu kompleknya karakter dan pemikiran
setiap orang yang notabene kuliah semua menjadi tatangan sekaligus rintangan
bagiku. Awal-awal diberi kepercayaan sebagai ketua kelas oleh wali kelas aku
merasa tidak mampu dan rasanya ingin protes dan lari dari tanggung jawab selama
setahun ke depannya.
Namun, semua itu ternyata ada hikmahnya juga. Selama satu tahun ajaran aku
menjadi ketua kelas aku belajar tentang apa itu tanggung jawab, keadilan,
kepedulian, dan perasaan. Ya, biarkan satu tahun kemarin aku jadikan pelajaran
dan pengalaman berharga bagiku. Memasuki tahun ajaran baru ke depan (di
Alfiyyah) aku berjanji untuk lebih fokus dalam belajar dan mengaji sehingga
hasilnya bisa lebih baik lagi. Amiin.
Jogja, 19 Mei 2016.
Haflah ke XVII
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda ...