Abah Najib Salimi. Begitulah para santri meneyebutnya. Siapa santri Ponpes Al
Luqmaniyyah yang tak mengenal beliau. Meskipun telah tiada, namun nama dan
jasanya tentu akan abadi selamanya. Akhlak mulia beliau sungguh sangat patut,
bahkan harus dijadikan suri tauladan bagi santri eLQi dan bagi siapapun di dunia
ini. Akan begitu banyak kisah menarik dan penuh nilai-nilai kemuliaan pada diri
beliau jika semua orang yang pernah hidup bersama beliau berkesempatan menceritakannya semua.
Meski hanya bertemu sekejap atau bahkan hanya sekedar bertatap muka sejenak.
Ketika membaca biografi tentang beliau, aku merasakan betapa sungguh mulianya
akhlak beliau. Hati serasa bergetar dan dada terkadang serasa sesak ketika
membaca kisah mengenai kesederhanaan dan kesabaran beliau dalam mendidik para
santri serta jama’ahnya, bahkan orang yang sama sekali belum beliau kenal
sekalipun. Baik itu para santri di pesantren maupun jamaah beliau di luar
pesantren. Meskipun aku tak diberi kesempatan oleh Allah bertemu beliau di
dunia ini aku sangat percaya dan yakin bahwa beliau adalah kekasih Allah di
bumi ini dan bahkan penduduk langit sekalipun pasti mencintainya. Ini bukan
kekaguman yang membanding-bandingkan beliau dengan Kyai lainnya ataupun Nabi
sekalipun. Tapi memang begitulah adanya.
Tentu banyak kisah antara beliau dengan para santri maupun para jamaah yang
belum sempat tertuang dalam buku biografi tentang beliau tersebut. Aku bahkan
sangat yakin, jika masih banyak cerita di luar logika yang belum diceritakan
oleh orang-orang di luar sana. Seperti halnya cerita dari salah satu orang yang
menganggap Abah adalah sahabat paling dekat baginya dalam acara pengajian rutin
Malam Selasa Pon di pondok beberapa hari yang lalu. Beginilah kurang lebih
ceritanya.
***
Kyai Mujazi, begitulah nama beliau dipanggil. Dengan mata berkaca-kaca
beliau memulai ceritanya. Malam itu beliau menceritakan pengalamannya saat awal
pertemuan hingga akhirnya menjalin persahabatan dengan Abah Najib. Salah satu akhlak
yang beliau kagumi dari sosok Abah Najib adalah kesederhanaan dan prinsip
beliau dalam memperlakukan orang lain.
Saat itu, beliau bertemu Abah di pondok pesantren. Tanpa saling mengenal
sebelumnya, Abah langsung menanyainya, “Mau kemana Kang?.” Kemudian
dijawablah oleh beliau, “Mau mencari kos untuk usaha, Kyai.” Tanpa
banyak basa-basi, Abah yang saat itu namanya sudah terkenal di mana-mana, sudah
ngemong para santri dengan mobil Mercy Coklatnya yang bisa dikatakan
sangatlah mewah untuk ukuran saat itu, serta merta menyuruh orang yang sama
sekali belum dikenalnya itu untuk naik ke atas mobilnya.
Kembali Kyai Mujazi bercerita, “Kalau tanpa sterilisasi jiwa yang mapan,
tidak mungkin!,” beliau dengan tegas mengatakannya dengan mimik wajah seakan
penuh kerinduan kepada Abah malam itu. Beliau mengibaratkan bahwa dirinya
adalah seorang gembel, gelandangan, yang pantas dilempar sandal kemudian
tiba-tiba disuruh naik Mobil Mewah, Mercy. Yang beliau herankan saat itu adalah
seorang kyai yang namanya sudah terkenal di mana-mana dengan banyaknya santri
yang beliau asuh, masih saja peduli dengan kehidupan orang lain yang bahkan
sama sekali belum pernah bertemu sebelumnya. “Kyai Najib itu tidak pandang
bulu dalam menolong sesama,” imbuhnya sembari mengenang kembali kisahnya.
Ia melanjutkan ceritanya, “Seseorang yang memiliki keilmuan tinggi tanpa
aplikasi ke dalam kehidupan itu sama saja nol!,” kembali beliau berkata
dengan penuh kemantapan. Beliau kemudian menukil sebuah pepatah dalam Kitab
Ihya’ Ulumuddin, خير من تصحب من يصحبك لا لاجل امر منك اليه (Khoiru man tashab man
yashabuka la li ajli amrin minka ilaihi) “Sebaik-baik orang yang kau jadikan
sahabat adalah ia yang rela berteman denganmu meski ia tidak mendapatkan
sesuatu darimu.” Begitulah kira-kira terjemahannya. Inilah yang menjadi alasan
Abah Najib bisa bergaul dengan semua orang dan kalangan. Kata-kata inilah yang
sangat melekat pada diri Kyai Mujazi, terkait dengan kebersamaan dan
persahabatannya bersama Abah Najib saat itu.
Selain kisah tersebut, ada satu kisah lagi yang menarik untuk direnungi.
Mengenai kesabaran dan keikhlasan Abah Najib. Saat itu saat beliau (Kyai
Mujazi) di sebuah rumah makan bersama Abah Najib. Saat itu beliau telah
mengetahui bahwa Abah Najib akan ditipu orang, namun apa yang Abah Najib katakan?
“Lha sopo meneh sing arep nulungi nek udu aku (lalu siapa lagi yang mau
menolong kalau bukan aku)??.”
Prinsip beliau untuk peduli terhadap orang lain benar-benar dipegang kuat.
Saat menerima tamu di ndalem pun, Abah Najib tidak pernah izin dengan
alasan untuk sholat. Namun dengan mengatakan izin sebentar untuk ke belakang.
Ini bukan berarti bahwa beliau tidak sempurna dalam menjalankan syariat. Justru
Abah sangat kuat dalam memegang syariat, namun tidak menampakkannya di depan
orang lain. Tidak lain seluruh hidupnya didedikasikan hanya untuk santri
dan ummat.
***
Mungkin masih banyak cerita tentang beliau yang belum sempat
terpublikasikan dan diketahui oleh banyak orang, baik itu santri maupun para jamaah
lainnya. Diharapkan akan terbit lagi buku biografi yang lebih tebal dengan
kisah-kisah penuh inspirasi dan teladan dari cerita-cerita orang yang belum
sempat dimuat dalam buku. Semoga sedikit tulisan ini bermanfaat bagi siapa saja
yang mau membacanya dan mencontoh akhlak mulia beliau. Semoga beliau
ditempatkan di tempat terbaik di sisiNya. Amiin.
Sang_Jejak
@pplqjogja
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda ...