BREAKING

Senin, 04 September 2017

Menyembelih Nafsu Hewani dan Berkorban Demi Agama, Bangsa dan Negara*


Idul Adha yang biasa juga disebut dengan Hari Raya Qurban atau Idul Qurban telah tiba. Gema takbir dan tahmid pun masih saja terlantun dari para santri dengan tiada hentinya. Bahkan hingga pagi menjelang beberapa jam ke depan nanti, hingga pelaksanaan sholat Ied dimulai. Menggema di setiap sudut pelosok negeri. Begitu pula di negeri eLQi Jannaty. Lomba karnaval antar TPA dan masjid masih saja belum diakhiri. Lantunan pujian ke hadirat Ilahi Robbi itu sungguh membuat diri ini semakin meresapi akan kebesaranMu. Di masjid, rumah, maupun jalan-jalan dengan berbagai pernak-perniknya yang menghiasi. Kemeriahan yang semoga saja tak sekedar seperti euforia kemenangan. Namun dijadikan sebagai batu pijakan guna mewujudkan mimpi menuju bangsa yang mandiri dengan bekal agama yang mantap tertanam dalam setiap diri. Tentunya dengan memacu semangat generasi muda dalam menghidupkan malam-malam mustajab ini.

Istilah “Qurban” dan “Korban”
Membahas soal Qurban, mari kita awali dengan kata yang membentuknya. Kata Qurban berasal dari Bahasa Arab Qoruba-Yaqrubu-Qurbaanan. Jadi kata Qurban ini berasal dari Mashdar Qurbaanan, yang artinya Dekat yang kemudian ditambah dengan akhiran –an yang biasanya diartikan sebuah kesempurnaan. Sehingga Qurban kurang lebih artinya menjadi pendekatan diri kepada Allah secara sempurna. Begitulah kurang lebihnya. Kemudian kata Qurban ini pun menjadi lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia dengan kata “Korban”.

Korban memang identik dengan frase negatif sebagai akibat atau objek dari sebuah kejahatan dalam dunia kriminal. Namun secara positif dapat juga diartikan sebagai bentuk kerelaan untuk melakukan suatu perbuatan demi sesuatu, orang atau apapun yang menjadi tujuannya. Semisal seorang pemuda yang mencintai pemudi yang sangat dicintainya, tentu ia rela berkorban apa saja asal dapat bersanding dengannya. Begitu pula dalam berbangsa dan bernegara. Bangsa yang memiliki rasa cinta terhadap keutuhan negaranya akan rela berkorban untuk orang lain. Rela mengorbankan rasa “paling” pada dirinya. Tiada kata paling hebat maupun paling sempurna dibanding dengan orang lain. Sehingga hal inilah yang dapat menumbuhkan rasa persatuan dalam berbangsa, beragama dan bernegara.

Qurban dalam Pengertian Lain
Dalam Hari Raya Qurban ini, pengorbanan tidak hanya dilihat dari lingkup secara sempit. Dalam pengertian secara umum, Qurban diartikan menyembelih hewan berkaki empat yang telah disyariatkan berupa sapi, unta, kerbau ataupun domba pada tanggal 10 Dzulhijjah atau bulan haji. Perintah ini disunnahkan bagi setiap orang yang mampu, baik yang berada di tanah haram maupun yang tidak sedang melaksanakan ibadah berhaji. Namun Qurban sejatinya tidak hanya dimaknai dalam arti demikian.
Jika dalam kisah Nai Ibrahim yang akan menyembelih putra kesayangannya Ismail, beliau ikhlas terhadap perintahyang diberikan Allah kepadanya. Meskipun harta paling berharga yang bertahun-tahun ditunggunya harus ia sembelih di hadapannya. Itu semua semata-mata karena beliau ingin dekat dan hanya Allah lah satu-satunya yang patut disembah. Begitu pula denga Nabi Ismail dengan akhlak terpujinya sebagai seorang anak yang patuh kepada orang tua. Ia rela disembelih oleh ayahandanya karena itu semua perintah Allah. Karena keikhlasan keduanya, sehingga Allah pun mengganti Nabi Ismail dengan seekor domba gemuk seketika sebelum Nabi Ismail sempat disembelih. Inilah balasan Allah kepada hambaNya yang ikhlas akan semua perintah yang diberikanNya. Itu semua semata-mata hanya cobaan kepada hambaNya. Ia ingin melihat sejauh mana keimanan terpatri dalam diri setiap hamba.

Menyembelih yang Tak Kasat Mata
Kembali menggunakan istilah “Korban” tadi. Berkorban pun dapat diartikan secara lebih luas lagi, tak hanya sekedar menyembelih hewan. Berkorban ketika dibenturkan dalam ranah berbangsa, beragama, bernegara dan bermasyarakat pun sangat patut diterapkan. Maka dalam momen Idul Qurban ini, tak hanya sekedar berkorban dengan menyembelih hewan secara dhohir saja. Melainkan menyembelih nafsu-nafsu hewani yang masih melekat dalam diri ini. Nafsu hewani yang bersemayam dalam diri seperti sombong, riya, iri dengki, hasud, marah, dan lain sebagainya hendaknya disembelih, dihilangkan, dan dimusnahkan. Jangan sampai terus memberontak dalam diri hingga menyebabkan keretakan persatuan bangsa dan negara.

Penyembelihan nafsu hewani dalam diri sepatutnya dilakukan tak hanya ketika Idul Adha. Melainkan dalam kondisi dan situasi apapun. Terlebih ketika nafsu hewani tersebut semakin rakus merasuk ke dalam jiwa dan buas memangsa hingga mengendalikan nafsu diri. Semoga dengan hari raya ini kita termasuk diri yang mampu menyembelih nafsu hewani  sehingga rela mengorbankan diri demi bangsa, agama dan negara. Sungguh, apabila semua warga negara menyadari akan hal itu, permusuhan suku, ras dan agama akan bisa dihindari. Hingga puncaknya adalah persatuan dan kesatuan bernegara akan semakin kokoh terjaga.

*sangjejak’21
@Kamar PPLQ Jannaty 02.00 WIB

10 Dzulhijjah 1438 Hijriah

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda ...

 
Copyright © 2013 PUJAKESUMA BLOGGER
Design by FBTemplates | BTT