Idul
Adha yang biasa juga disebut dengan Hari Raya Qurban atau Idul Qurban telah tiba.
Gema takbir dan tahmid pun masih saja terlantun dari para santri dengan tiada
hentinya. Bahkan hingga pagi menjelang beberapa jam ke depan nanti, hingga
pelaksanaan sholat Ied dimulai. Menggema di setiap sudut pelosok negeri. Begitu
pula di negeri eLQi Jannaty. Lomba karnaval antar TPA dan masjid masih saja
belum diakhiri. Lantunan pujian ke hadirat Ilahi Robbi itu sungguh membuat diri
ini semakin meresapi akan kebesaranMu. Di masjid, rumah, maupun jalan-jalan
dengan berbagai pernak-perniknya yang menghiasi. Kemeriahan yang semoga saja
tak sekedar seperti euforia kemenangan. Namun dijadikan sebagai batu pijakan
guna mewujudkan mimpi menuju bangsa yang mandiri dengan bekal agama yang mantap
tertanam dalam setiap diri. Tentunya dengan memacu semangat generasi muda dalam
menghidupkan malam-malam mustajab ini.
Istilah “Qurban” dan “Korban”
Membahas
soal Qurban, mari kita awali dengan kata yang membentuknya. Kata Qurban
berasal dari Bahasa Arab Qoruba-Yaqrubu-Qurbaanan. Jadi kata Qurban
ini berasal dari Mashdar Qurbaanan, yang artinya Dekat yang kemudian ditambah
dengan akhiran –an yang biasanya diartikan sebuah kesempurnaan. Sehingga Qurban
kurang lebih artinya menjadi pendekatan diri kepada Allah secara sempurna.
Begitulah kurang lebihnya. Kemudian kata Qurban ini pun menjadi lazim digunakan
dalam Bahasa Indonesia dengan kata “Korban”.
Korban
memang identik dengan frase negatif sebagai akibat atau objek dari
sebuah kejahatan dalam dunia kriminal. Namun secara positif dapat juga diartikan
sebagai bentuk kerelaan untuk melakukan suatu perbuatan demi sesuatu, orang
atau apapun yang menjadi tujuannya. Semisal seorang pemuda yang mencintai
pemudi yang sangat dicintainya, tentu ia rela berkorban apa saja asal dapat
bersanding dengannya. Begitu pula dalam berbangsa dan bernegara. Bangsa yang memiliki
rasa cinta terhadap keutuhan negaranya akan rela berkorban untuk orang lain.
Rela mengorbankan rasa “paling” pada dirinya. Tiada kata paling hebat maupun
paling sempurna dibanding dengan orang lain. Sehingga hal inilah yang dapat
menumbuhkan rasa persatuan dalam berbangsa, beragama dan bernegara.
Qurban
dalam Pengertian Lain
Dalam Hari
Raya Qurban ini, pengorbanan tidak hanya dilihat dari lingkup secara sempit.
Dalam pengertian secara umum, Qurban diartikan menyembelih hewan berkaki empat yang
telah disyariatkan berupa sapi, unta, kerbau ataupun domba pada tanggal 10
Dzulhijjah atau bulan haji. Perintah ini disunnahkan bagi setiap orang yang
mampu, baik yang berada di tanah haram maupun yang tidak sedang melaksanakan
ibadah berhaji. Namun Qurban sejatinya tidak hanya dimaknai dalam arti
demikian.
Jika
dalam kisah Nai Ibrahim yang akan menyembelih putra kesayangannya Ismail,
beliau ikhlas terhadap perintahyang diberikan Allah kepadanya. Meskipun harta
paling berharga yang bertahun-tahun ditunggunya harus ia sembelih di
hadapannya. Itu semua semata-mata karena beliau ingin dekat dan hanya Allah lah
satu-satunya yang patut disembah. Begitu pula denga Nabi Ismail dengan akhlak
terpujinya sebagai seorang anak yang patuh kepada orang tua. Ia rela disembelih
oleh ayahandanya karena itu semua perintah Allah. Karena keikhlasan keduanya,
sehingga Allah pun mengganti Nabi Ismail dengan seekor domba gemuk seketika
sebelum Nabi Ismail sempat disembelih. Inilah balasan Allah kepada hambaNya
yang ikhlas akan semua perintah yang diberikanNya. Itu semua semata-mata hanya
cobaan kepada hambaNya. Ia ingin melihat sejauh mana keimanan terpatri dalam
diri setiap hamba.
Menyembelih
yang Tak Kasat Mata
Kembali
menggunakan istilah “Korban” tadi. Berkorban pun dapat diartikan secara lebih
luas lagi, tak hanya sekedar menyembelih hewan. Berkorban ketika dibenturkan
dalam ranah berbangsa, beragama, bernegara dan bermasyarakat pun sangat patut
diterapkan. Maka dalam momen Idul Qurban ini, tak hanya sekedar berkorban
dengan menyembelih hewan secara dhohir saja. Melainkan menyembelih
nafsu-nafsu hewani yang masih melekat dalam diri ini. Nafsu hewani yang
bersemayam dalam diri seperti sombong, riya, iri dengki, hasud, marah, dan lain
sebagainya hendaknya disembelih, dihilangkan, dan dimusnahkan. Jangan sampai
terus memberontak dalam diri hingga menyebabkan keretakan persatuan bangsa dan
negara.
Penyembelihan
nafsu hewani dalam diri sepatutnya dilakukan tak hanya ketika Idul Adha.
Melainkan dalam kondisi dan situasi apapun. Terlebih ketika nafsu hewani
tersebut semakin rakus merasuk ke dalam jiwa dan buas memangsa hingga
mengendalikan nafsu diri. Semoga dengan hari raya ini kita termasuk diri yang
mampu menyembelih nafsu hewani sehingga
rela mengorbankan diri demi bangsa, agama dan negara. Sungguh, apabila semua
warga negara menyadari akan hal itu, permusuhan suku, ras dan agama akan bisa
dihindari. Hingga puncaknya adalah persatuan dan kesatuan bernegara akan
semakin kokoh terjaga.
*sangjejak’21
@Kamar PPLQ Jannaty 02.00 WIB
10 Dzulhijjah 1438 Hijriah
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda ...