Mentari pagi menyapa mesra penduduk bumi. Menyusup di antara ranting-ranting pohon Mangga yang masih hijau. Tetesan embun pagi pun masih menempel di dedaunan taman depan masjid putra. Seperti biasanya, dua orang santri putri membuang sampah ke belakang asrama. Satu-satunya akses menuju belakang asrama adalah dengan melewati sebuah gang yang masih wilayah santri putra. Aku baru saja selesai sorogan dengan Ustadz Tofa di masjid. Aku pun berniat menuju kamar. Tiba-tiba di gang tersebut langkahku mendadak terhenti.
MasyaAllah…… Subhanallah...
Dia
tersenyum kepadaku. “Setidaknya senyuman manisnya itu memberikan secuil
harapan”, batinku dalam hati. Dengan tanpa basa-basi aku pun membalas
senyumannya. Tiba-tiba, Rudi pun menepuk punggungku dari belakang.
“Hayo… lagi liatin siapa?“
“Nanti aku ceritain”, jawabku padanya.
Keesokan harinya, aku pun langsung mengajak Rudi pergi ke angkringan ‘Mbahe’ biasanya. Setibanya di sana, Rudi pun menyapa.
“Gimana bro, katanya mau cerita?”
“Ya nih, begini Rud, tahu nggak... Nuzula itu loh… Dia manis kan?
Hayoooo jujur, hehe…”, aku terkekeh.
“Ya emang manis, kenapa emang?”, Rudi menanggapi santai.
“Entah kenapa ya, tanpa sengaja aku melihatnya tersenyum padaku, itu loh ketika Aku pulang dari masjid kemarin…”
“Mungkin suka kamu.. kejar aja bro.., jarang-jarang loh dapat cewek semanis dia..”, tiba-tiba nadanya berubah semangat.
“Ya
Aku juga sebenarnya udah suka lama lho, sama dia..., suka lahir batin
deh... heeee…”, entah kenapa tiba-tiba rasa bahagia menyusup dalam
hatiku.
“Semangat …..kejar dia terus kawan”
“Siap bro… bantuin Aku ya…”
“Ok.. Siap,,, aku bantu sebisa aku dan selalu dukung deh, Kamu kan teman baikku…..”, jawab Rudi, sepertinya sangat serius.
Kami pun akhirnya mengakhiri obrolan di angkringan biasa kami nongkrong itu. Dan pulang ke pesantren dengan sejuta rasa.
***
Keesokan
harinya, di persimpangan jalan menuju pulang, Aku pun dikagetkan dengan
Nuzula yang sedang berjalan bersama temannya. Tanpa sengaja Aku pun
menatapnya dan tersenyum padanya. Dia pun membalas senyumanku. “
MasyaAllah… mimpi apa semalam”, hatiku berdesir hebat. Setalah kejadian
ini Aku pun semakin yakin bahwa dia pasti menyimpan perasaan denganku.
Akhirnya aku pun memberanikan diri mendekati dengan berbagai cara untuk mengetahui perasaannya.
“Eh
Rud, besok ikut sholawatan yuk? Kayaknya besok dia datang deh..
jarang-jarang loh Habib Syech datang ke sini”, ajakku pada Rudi suatu
hari.
Malam
harinya pun kami langsung berangkat menuju lokasi. Setibanya di sana,
Rudi pun menepuk punggungku, “Sssstttttt…wah manisnya senyumannya
bro..”
“Emang siapa Rud? Ya itu, si dia kamu sukai.
“Wah Rud, jangan ngeliatin terus nanti kena pelet lagi, senyumannya kan mengandung hipnotis”, candaku padanya.
“Wah
kenapa dengan hatiku ini? Perasaan yang tak menentu pun selalu
membayangi tiap langkahku.. Apakah ini yang dinamakan cinta sejati? Tapi
bagaimana dengan perasaanya? Samakah perasaaanya denganku ataukah
sebaliknya”, gumamku dalam hati. Keesokan harinya, Aku pun mengajak Rudi
tuk memberanikan diri menemuinya, dan mengungkapkan apa yang aku rasa
selama ini.
Akhirnya,
di Bulan spesial, tepatnya tanggal 1 Muharram yang berbarengan dengan
tahun baru Islam, Aku pun memberanikan diri untuk menemuinya. Sebelumnya
pun Aku telah menyuruh Rudi untuk menghubunginya. Hari demi hari pun
terlewati, dengan bantuan Rudi Aku pun berangkat menuju alun-alun untuk
menemuinya dan mengungkapkan segala persaan Aku yang telah lama
kupendam. Sebuah resiko besar bagi seorang santri biasa sepertiku.
Setibanya
di sana, dengan ditemani keramaian malam dan indahnya petasan, Aku pun
mendekatinya. Dengan jantung dag dig dug disertai muka pucat, Aku pun
mencoba mengungkapkan rasa dan keseriusan ini.
“Nuzula…,”
perlahan aku memulai percakapan. “Kita kan sudah sama-sama dewasa,
tujuanku menemuimu hanya ingin mengungkapkan perasaanku dan keseriusanku
tuk menjalani hubungan lebih dari sekedar pacaran. Maukah kamu menjadi
sosok bidadari dalam hatiku dan kehidupaaku? Aku yakin kamu kaget dengan
ungkapanku ini, tapi percaya lah Aku selalu menjagamu dan menyangimu
semampuku.”
Nuzula
pun menjawab dengan senyuman khasnya, Manis. “Kamu tahu nggak ? Ketika
itu, Aku pun sudah menaruh hatiku padamu. Tapi maaf sebelumnya, untuk
sekarang hatiku sudah menjadi milik orang lain. Untuk sekarang dan
selamanya. Karena sudah ada sosok laki-laki yang sudah memberanikan diri
datang ke rumahku dan menemui orang tuaku”.
Bagai
petir menyambar tubuhku di siang bolong. Hatiku hancur
berkeping-keping. Pupus sudah harapan bersanding dengannya. Mengarungi
samudera kehidupan. Cinta yang kuanggap suci ini ternyata memilih
takdirnya sendiri. Hati tak bisa memaksakan takdir. Bila memang jodoh,
pasti Allah akan mempertemukan dengan seseorang yang tepat dan di saat
yang tepat pula. Tak harus dengan pemilik nama Siti Firdaus Nuzula itu. Yaa muqollibal qolbiy tsabbit qolbiy ‘alaa diinik. Mantabkan hati ini untuk selalu dapat menjalani ketentuanMu Ya Robb......
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda ...