Beliau menjawab : ”Seperti lebah, ia hinggap tanpa
menyebabkan ranting patah; ia makan tanpa merusak; dan bila pergi ia sewlalu
meninggalkan kebaikan” (HR. Al Bazzar).
Lebah merupakan salah satu hewan yang disebut di dalam
Al-Qur’an. Sebagaimana dalam ciptaan Allah, terdapat pelajaran yang sangat
berharga. Tetapi pada lebah terdapat pelajaran yang sangat istimewa dan patut
kita renungi.
Lebah, dimanapun ia hinggap tak pernah merusak, mereka
sangat tahu diri, seakan-akan mereka menganut pribahasa “di mana bumi
dipijak di situlah langit dijunjuung”.
Berbeda dengan parasit yang selalu membuat kerugian bagi
tumbuhan yang ia tinggalinya, parasit menghisap sari makanan bukan dari
usahanya sendiri, sehingga pohon yang didiaminya kurus kering dan lalu mati.
Berbeda dengan lebah, yang selalu kerja sama dalam hal mencari makan, saling
menolong, kompak, berat sama dipikul ringan sama dijinjing.
Dalam hal makanan, lebah pun sangat selektif. Mereka tidak
mau hinggap di tempat yang kotor. Mereka hanya mau menyantap makanan yang
bersih, yaitu sari bunga. Dan tak jarang, ketika mereka selesai mengambil sari
bunga, mereka tak hanya meninggalkannya begitu saja, tetapi mereka juga
membantu dalam penyerbukan dengan menjatuhkan benang sari di atas kepala putik.
Perpaduan antara kerja keras dan sikap selektif lebah inilah
kemudian menghasilkan sesuatu yang sangat bermanfaat, yaitu madu. Lalu, apakah
madu tersebut untuk mereka sendiri? Tidak, madu tersebut untuk manusia. Inilah
pengorbanan yang tanpa pamrih, tanpa mengharap balas jasa. Baginya, hidup
menjadi berarti apabila sudah dapat memberikan manfaat bagi sesama.
Masih ada satu lagi keistimewaan lebah, apabila mereka
terusik, mereka pasti akan menyengat, mereka akan mengejar pengusik kemanapun
ia perginya. Mereka tak kenal henti dalam membela harga diri, di sinilah
kehormatan dan kewibawaan berpadu.
Idealnya, setiap pribadi muslim mewarisi karakter lebah ini.
Namun karena keterbatasan manusia, lebih banyak diantara kita hanya memiliki
salah satu diantaranya. Kepada Abu Bakar ra., Nabi SAW bersabda “Engkau
seperti nabi Ibrahim as., yang berkata, ‘Ya Allah barangsiapa taat kepadaku,
maka dia termasu kgolonganku, dan barangsiapa durhaka kepadaku, sesungguhnya
Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Dan engkau Umar, engkau seperti Nabi
Nuh as yang berdoa, Ya Allah janganlah Engkau sisakan orang-orang kafir itu
seorangpun ” (HR Bukhori).
Rupanya Abu Bakar dan Nabi Ibrahim memiliki sebagian dari
karakter lebah itu, yaitu mengeluarkan madu. Sedangkan Umar dan nabi Nuh
as memiliki karakter lebah dalam sengatannya.
Lalu, apakah kita lebih banyak mengeluarkan madu atau lebih banyak menyengat?
Semua kembali kepada kita sendiri.
Wallahu A’lam
Wallahu A’lam
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda ...